kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Jaksa mendakwa tersangka kasus Bhakti Investama


Kamis, 16 Agustus 2012 / 14:25 WIB
Jaksa mendakwa tersangka kasus Bhakti Investama
ILUSTRASI. Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin


Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie

JAKARTA. Pengadilan Negeri Tindak Pidana Korupsi menggelar sidang perdana kasus suap restitusi pajak PT Bhakti Investama Tbk (PT BHIT) dengan terdakwa James Gunardjo. Dalam dakwaannya, Jaksa Penuntut Umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK), terdakwa James Gunardjo selaku advisor PT Agis didakwa bersama-sama dengan Komisaris PT Bhakti Investama Antonius Z Tonbeng memberikan sesuatu kepada penyelenggara negara yang bertentangan dengan kewenangan dan jabatannya.

"Memberikan sesuatu berupa uang senilai Rp 280 juta kepada Tommy Hindratno selaku pegawai pajak di Direktorat Jenderal Pajak," kata Jaksa Agus Salim saat membacakan dakwaan di PN Tipikor, Jakarta, Kamis (16/8).

Terdakwa James Gunardjo, lanjut jaksa, telah menjanjikan dan bahkan memberikan sejumlah uang kepada Tommy Hindratno karena terdakwa menganggap Tommy selaku pegawai negeri sipil (PNS) pada Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan dapat memberikan data dan atau informasi hasil pemeriksaan yang dimiliki Direktorat Jenderal Pajak terkait proses penyelesaian klaim surat pemberitahuan tahunan (SPT) lebih pajak PT Bhakti Investama Tbk.

Akibat perbuatan terdakwa, Tommy memberikan data dan informasi mengenai hasil pemeriksaan pajak, mengenai surat lebih bayar pajak PT BHIT, dan dilakukan pembayaran kepada PT BHIT. Padahal perbuatan itu diketahui bertentangan dengan Peraturan Pemerintah No 53 tahun 2010. Dalam perkara ini, terdakwa yang sebelumnya telah mengenal Tommy sebagai PNS di Ditjen Pajak mengenalkan Tommy kepada Antonius pada Januari 2012 di kantor MNC Kebon Sirih, Jakarta Pusat.

Saat itu terdakwa dan Antonius meminta Tommy untuk membantu mengurus kelebihan bayar pajak PT BHIT. "Terdakwa memberitahu Tommy bahwa pemeriksa pajak tiga orang, salah satunya Agus Totong," ujar Jaksa.

Jaksa menguraikan bahwa dalam surat pemberitahuan tahunan lebih pajak PT BHIT, untuk PPh badan tahun 2010 sebesar Rp 517 juta. Sedangkan PPn tahun 2010 sebesar Rp 3 miliar. Selanjutnya sebagai tindak lanjut dari pertemuan itu, terdakwa meminta Tommy menghubungi tim pemeriksa lebih pajak PT BHIT. Kemudian pada Maret 2012, terdakwa dan Antonius kembali bertemu Tommy untuk membicarakan perihal lebih pajak PT BHIT secara lebih rinci.

Antonius lalu meminta Tommy untuk menyampaikan beberapa hal untuk disampaikan ke tim pemeriksa yakni Agus Totong (Supervisor), Hani Maskrokim dan Heru Munandar. "Untuk biaya obligasi, makan minum agar tidak banyak dikoreksi dan dibebankan sebagai biaya pengeluaran," tutur Jaksa menirukan permintaan Antonius kepada Tommy.

Terdakwa juga secara rutin menghubungi Tommy untuk memastikan keluarnya Surat Ketetapan Lebih Bayar Pajak (SKPLB). Terdakwa juga memastikan kepada Antonius bahwa untuk pemberian fee kepada Tommy dan pemeriksa agar dicairkan lebih dulu sebelum SKPLB keluar. "Saat itu Antonius minta terdakwa menunggu dulu uang kelebihan pajak masuk ke BHIT, baru uang untuk Tommy bisa dicairkan," ungkap Jaksa.

Akhirnya pada Mei 2011, Tommy menyampaikan kepada terdakwa bahwa SKPLB sudah keluar. Selaku pegawai Ditjen Pajak, Tommy wajib menjaga informasi berkaitan dengan pajak agar tidak jatuh kepada pihak yang tidak berhak. Informasi itu lanjut jaksa digunakan Tommy untuk menagih imbalan, sebagai komitmen Antonius dan terdakwa kepada Tommy.

Akhirnya terdakwa menghubungi Antonius untuk menyiapkan imbalan kepada Tommy. Antonius menyampaikan kepada terdakwa akan mengeluarkan Rp 350 juta dengan menggunakan cek tunai. Tetapi, oleh Aep Sulaiman dilkeluarkan uang Rp 340 juta di kantor BCA Wahid Hasyim. "Kemudian uang tersebut dimasukkan dalam amplop BCA warna cokelat dan dimasukkan dalam paper bag hitam. Lalu dibawa ke kantor BHIT di MNC Tower. Terdakwa pada pukul 16.00 datang ke MNC atas perintah Antonius untuk terima uang. Setelah itu terdakwa menghubungi Tommy dan akan memberikan uang tersebut di RS St Carolus, Jakarta," jelas Jaksa.

Terdakwa selanjutnya mengambil uang Rp 60 juta dan sisanya Rp 280 juta diserahkan kepada Tommy. Kemudian sekitar 6 Juli 2012 terdakwa memastikan pertemuan itu dengan Tommy. Tommy datang ke Jakarta dari Surabaya bersama ayahnya Hendy dan sekitar pukul 12.00 akan tiba di St Carolus. Di tengah jalan Tommy sempat berubah pikiran hingga dua kali dengan alasan keamanan. Akhirnya disepakati disebuah rumah makan di Tebet.

"Tommy saat itu katakan takut terima fee secara langsung dan meminta diarahkan ke Hendy yang di tempat berbeda di rumah makan itu. Lalu terdakwa serahkan paper bag hitam disamping kaki sebelah kiri hendy," papar Jaksa.

Setelah itu, ketika hendak meninggalkan rumah makan, terdakwa dan Tommy ditangkap dan ditemukan uang 280 juta. Karena itu, Jaksa menilai perbuatan terdakwa merupakan tindak pidana dan diancam dalam dakwaan primer yakni Pasal 5 ayat 1 huruf b uu tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Adapun dalam dakwaan subsidair terdakwa baik sendiri-sendiri atau bersama-sama dengan Antonius pada 6 Juni 2012 telah memberi hadiah atau janji kepada Tommy selaku PNS Ditjen Pajak berupa uang sebesar 280 juta, mengingat kekuasaan atau wewenang yang melekat pada jabatannya.

Terdakwa James diancam pidana Pasal 13 uu tipikor jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Atas sangkaan ini, James Gunardjo diancam hukuman pidana maksimal lima tahun penjara dan denda Rp 250 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×