Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pemerintah kembali mengimbau eksportir untuk membawa kembali devisa hasil ekspor dan mengkonversikannya ke mata uang rupiah. Hal ini bakal membantu pemerintah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah terhadap dollar Amerika Serikat (AS).
Sebab, rupiah hari ini sempat menyentuh Rp 14.600 per dollar AS, atau berada di level tertinggi dalam tiga tahun terakhir. Oleh karena itu, pemerintah tengah menyiapkan insentif agar devisa hasil ekspor (DHE) bisa diam di perbankan Indonesia.
Direktur P2 Humas Ditjen Pajak Hestu Yoga Saksama menyebut, saat ini, bagi para eksportir, sudah ada PMK 10/2016 yang memberikan insentif pajak untuk DHE yang didepositokan di dalam negeri.
“Diberikan tarif pemotongan PPh yang bersifat final atas bunga deposito yang dananya berasal dari DHE,” kata Hestu kepada Kontan.co.id, Senin (13/8).
Di PMK itu, kata Hestu, ada pula tata cara untuk memastikan bahwa itu adalah deposito DHE, di antaranya menyertakan dokumen pelaporan DHE sesuai ketentuan BI dan surat pernyataan dari eksportir.
“Seharusnya tidak menjadi masalah, apalagi kalau deposito ditempatkan pada bank yang sama dengan bank tempat diterimanya (penampung) DHE dari luar negeri,” ujarnya.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal Kementerian Keuangan Suahasil Nazara menilai, saat ini implementasi dari insentif PPh untuk DHE itu sulit. Menurut Suahasil, “Itu impelmentasinya tak terlalu smooth. Karena tidak ada yang bisa mastikan itu deposito DHE apa bukan,” katanya.
Oleh karena itu, pihaknya kini sedang mengkaji kebijakan bebas pajak deposito DHE tersebut. Meski demikian, hal ini belum dibahas di tataran pelaksana, yakni Ditjen Pajak. “Belum ada pembahasan untuk perubahannya,” ujar Hestu.
Pada dasarnya, dalam aturan ini, tarif normal dari PPh final sendiri adalah 20%, tapi kalau didepositokan di bank dalam negeri atau cabang bank luar negeri maka tarifnya menjadi lebih rendah, bahkan lebih rendah lagi kalau depositonya dalam bentuk rupiah.
Tujuannya adalah untuk menjaga stabilitas nilai rupiah saat itu, dan aturan ini kembali relevan untuk kondisi saat ini.
“Kalau di sektor tambang aturan tersebut telah diberlakukan sejak sekitar tahun 2015. Sudah disosialisasikan sejak 2014,” Direktur Eksekutif Asosiasi Pertambangan Batubara Indonesia (APBI), Hendra Sinadia kepada Kontan.co.id.