Reporter: Dikky Setiawan | Editor: Yudho Winarto
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Desakan sejumlah kalangan agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengevaluasi kinerja Menteri BUMN Rini Soemarno semakin kencang.
Langkah itu harus dilakukan Jokowi demi menjaga kepercayaan publik terhadap pemerintah.
Pasalnya, menurut Pengamat Politik dari Universitas Muhammadiyah, Malang, Jawa Timur, Wahyudi Winarjo, sepak terjang Rini telah merugikan pemerintahan Jokowi-Jusuf Kalla secara politik.
Contoh terbaru, kata, Wahyudi, adalah beredarnya rekaman percakapan Menteri BUMN Rini Soemarno dengan Direktur Utama PLN Sofyan Basir yang diduga terkait pembagian fee proyek LNG di Banten.
Bukan hanya diminta harus mengklarifikasi pembicaraan Rini-Sofyan, Presiden Jokowi juga diminta berani memberi sanksi tegas jika Rini-Sofyan terbukti berusaha mencari keuntungan pribadi dari proyek tersebut.
Menurut Wahyudi, sebagai pejabat negara, Rini tidak patut membicarakan proyek, terlebih ada dugaan pembagian fee dalam proyek tersebut.
“Rini wajib diberi sanksi berat, taruhlah di-reshuffle atau ditegur langsung oleh presiden, tentu dengan tidak menggugurkan upaya penegakan hukum,” kata Wahyudi, kepada wartawan, dalam keterangan yang diterima Kontan.co.id, Senin (7/5).
Terkait penegakan hukum, Pasal 25 UU Tipikor UU 31/1999 menyatakan bahwa penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan perkara korupsi harus didahulukan dari perkara lain.
Sementara itu, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, pihaknya sedang mencari kejelasan terkait pembicaraan dalam rekaman itu.
Ada dua hal yang harus di dalami KPK, apakah pembicaraan itu membahas pembagian fee, atau pembagian saham.
Presiden Jokowi belum menyikapi tegas karena menunggu klarifikasi Rini-Sofyan.
Sebelumnya, Rini telah membantah rekaman pembicaraan dengan Sofyan Basir membahas fee proyek. Kendati, di dalam percakapan disebut nama Ari Soemarno dan Ongky Soemarno.
“Jika pembicaraannya bagi-bagi fee, tentu merugikan citra kabinet serta citra presiden,” ujar Wahyudi.
Selain tersandung kasus rekaman yang diduga pembagian fee proyek LNG di Banten dan indikasi terjadinya kolusi bersama Ari Soemarno dan Ongky Soemarno, kinerja Rini memimpin BUMN juga disorot karena perombakan direksi Pertamina dan Garuda Indonesia.
Perombakan direksi Pertamina dan penambahan direksi Garuda Indonesia diduga dilakukan bukan atas dasar penilaian kinerja dan kebutuhan.
Rini dinilai mengada-ada saat mencopot Dirut Pertamina Ellia Massa Manik karena alasan kelangkaan BBM jenis premium.
Selain itu, terjadi juga penggendutan direksi Garuda menjadi sembilan, dan anjloknya nilai saham Garuda Indonesia dari Rp440 per lembar pada trimester pertama 2016 menjadi Rp292 per lembar pada 25 April 2018.
“Jika benar pergantian direksi tersebut atas pertimbangan politik pribadi Bu Rini, maka Presiden harus mengevaluasinya,” ungkap Wahyudi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News