kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,52%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Jadi opsi terakhir, ini penjelasan darurat sipil dalam konteks bencana


Rabu, 01 April 2020 / 10:26 WIB
Jadi opsi terakhir, ini penjelasan darurat sipil dalam konteks bencana
ILUSTRASI. Layar menampilkan rapat terbatas (ratas) melalui konferensi video yang dipimpin Presiden Joko Widodo dari Istana Bogor di ruang wartawan Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (30/3/2020). Jadi opsi terakhir, ini penjelasan darurat sipil dalam konteks bencan


Sumber: Kompas.com | Editor: Tendi Mahadi

Undang-undang ini merupakan PRP atau Peraturan Pemerintah Pengganti UU yang kini disebut Perppu, yang menggantikan Undang-Undang Nomor 74 Tahun 1957 tentang Keadaan Bahaya. "Isi dari UU PRP ini menyatakan keadaan bahaya itu terbagi ke dalam tiga tingkatan, yaitu keadaan darurat sipil, keadaan darurat militer dan keadaan darurat perang," jelas Feri kepada Kompas.com, Selasa (31/3). 

Keadaan, imbuh dia, menjadi terminologi yang digunakan. Ada tiga peristiwa yang menyebabkan ditentukannya suatu keadaan yaitu keamanan dan ketertiban yang dianggap akan mengganggu, terjadinya perang, dan keadaan khusus yang membahayakan hidup negara. 

Baca Juga: Industri karoseri terpapar wabah virus corona akibat pemesanan yang menurun

Keadaan khusus inilah yang kemudian dimaknai sebagai keadaan lain yang salah satunya diatur di dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. "(Di dalam UU Penanggulangan Bencana) mereka menggunakan terminologi kondisi," ucapnya. 

Feri menjelaskan, dalam menetapkan status keadaan bahaya, perlu dijelaskan apa yang menjadi penyebab keadaan itu terjadi. Di dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 disebutkan ada tiga kelompok bencana yaitu bencana alam, bencana non-alam, dan bencana sosial. 

Presiden Joko Widodo beberapa waktu lalu telah menyatakan bahwa wabah Covid-19 yang kini berstatus pandemi global merupakan bencana non-alam. 

Ketentuan terkait bencana non-alam ini diatur secara eksplisit di dalam Pasal 1 UU tersebut yang salah satunya diakibatkan oleh penyebaran wabah penyakit. "Kondisi itu kemudian harus ditingkatkan statusnya, apakah berbahaya atau tidak berbahaya. Pemerintah kemudian memilih menggunakan status keadaan bahaya dengan tingkatan darurat sipil," tuturnya. 

Baca Juga: Ini penjelasan Menko Polhukam Mahfud MD soal tiga aturan baru penanganan virus corona

Lalu apa tindakan yang dilakukan saat darurat sipil? 

Setelah menetapkan keadaan bahaya dengan tingkat darurat sipil akibat bencana non alam yang disebabkan penyakit, Feri mengatakan, pemerintah harus melakukan langkah strategis sebagai upaya untuk mengatasi pengendalian penyakit tersebut agar tidak menyebar lebih luas. 




TERBARU
Kontan Academy
Success in B2B Selling Omzet Meningkat dengan Digital Marketing #BisnisJangkaPanjang, #TanpaCoding, #PraktekLangsung

[X]
×