kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Insentif Pajak di Kawasan Ekonomi Khusus Masih Sepi Peminat, BKF Buka Suara


Senin, 09 Januari 2023 / 14:36 WIB
Insentif Pajak di Kawasan Ekonomi Khusus Masih Sepi Peminat, BKF Buka Suara
ILUSTRASI. Menteri Pembangunan Negara Singapura, Desmond Lee saat mengunjungi Kawasan Ekonomi Khusus Kendal, Jawa Tengah. Insentif Pajak di Kawasan Ekonomi Khusus Masih Sepi Peminat, BKF Buka Suara.


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID -  JAKARTA. Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, pemanfaatan insentif tax holiday dan tax allowance yang ditawarkan pemerintah di kawasan ekonomi khusus (KEK) ternyata realisasinya masih mini.

Merujuk pada dokumen Laporan Belanja Perpajakan 2021, pemanfaatan insentif tax holiday di KEK pada tahun 2021 masih tercatat nol rupiah. Pun, pada tahun 2018 hingga Rp 2020 realisasinya juga masih nihil. Bahkan untuk tahun 2022, diproyeksikan realisasinya juga tetap nol rupiah.

Sementara terkait dengan tax allowance, BKF mencatat nilai penerimaan pajak yang tidak dipungut akibat insentif tersebut pada tahun 2021 hanya Rp 11 miliar, bahkan di tahun 2022 juga diproyeksikan dengan nilai yang sama.

Baca Juga: Pengusaha Ragu IK - CEPA Bisa Mendongkrak Ekspor Industri Tekstil

Namun, pada tahun 2018 hingga 2020, nilai penerimaan pajak yang tidak dipungut akibat insentif tersebut masih nol rupiah.

Kepala BKF Febrio Nathan Kacaribu mengatakan memang saat ini sudah banyak wajib pajak yang memperoleh fasilas tax holiday dan tax allowance di KEK. Hanya saja, dampaknya ke nilai belanja perpajakan masih nihil, lantaran wajib pajak penerima insentif tersebut masih dalam tahap perencanaan penanaman modalnya di KEK.

"Memang dalam prosesnya investor harus merealisasikan rencana penananan modalnya, sehingga nanti dengan masuknya tahap komersialisasi di situlah mereka mulai menikmati tax holiday," ujar Febrio dalam Konferensi Pers APBN Kita, dikutip Senin (9/1).

Febrio bilang, saat ini banyak investor yang sedang dalam menyelesaikan rencana penanaman modalnya, sehingga mereka bisa menikmati kedua insentif tersebut setelah masuk ke tahap komersialisasi.

Baca Juga: Tren Industri Oleokimia Positif, Apolin Perkirakan Nilai Ekspor Capai US$ 5,96 Miliar

Oleh karena itu, pemerintah akan terus mendorong kedua insentif tersebut guna mendukung pertumbuhan ekonomi di dalam negeri.

"Untuk mendorong pertumbuhan sektor manufaktur, dan dalam konteks melihat pertumbuhan ekonomi di sektor pionir, sehingga membutuhkan dukungan perpajakan dan non perpajakan," katanya.

Dihubungi Kontan.co.id, Plt. Kepala Pusat Kebijakan Pendapatan Negara BKF Pande Putu Oka mengatakan, pemanfaatan fasilitas tax holiday dan tax allowance, baik pada skema umum maupun skema KEK bergantung pada realisasi penanaman modal yang telah masuk tahap komersialisasi.

Senada dengan Febrio, Oka bilang, sampai dengan akhir tahun 2022, telah cukup banyak wajib pajak yang memperoleh keputusan fasilitas tax holiday di KEK. Namun, dari seluruh WP yang telah memperoleh fasilitas tersebut, sampai dengan tahun pajak 2021 belum banyak yang telah menyelesaikan realisasi rencana penanaman modalnya.

"Sebagian besar penanaman modal yang memperoleh tax holiday masih dalam tahap penyelesaian realisasi. Hal yang sama juga terjadi pada fasilitas tax allowance di KEK ," ujar Oka kepada Kontan.co.id belum lama ini, dikutip Senin (9/1).

Baca Juga: Ekonom Sebut Investasi Transisi Energi Lebih Menarik Ketimbang IKN

Mengutip berita Kontan sebelumnya, Ketua Komite Analisis Kebijakan Ekonomi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Ajib Hamdani juga menyoroti insentif pajak di KEK yang realisasinya masih rendah. Menurutnya, hal tersebut tidak terlepas dari ketentuan nilai investasi yang terlalu besar untuk mendapatkan fasilitas tersebut.

Terlebih lagi, perekonomian global saat ini masih tidak menentu, sehingga pengusaha masih akan wait and see dan tidak berani mengambil risiko.

"Nilai investasinya terlalu besar. Di tengah ekonomi global yang tidak menentu ini, para pemodal tidak berani berisiko," tutur Ajib.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×