kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.520.000   12.000   0,80%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Insentif fiskal tak maksimal, ini saran pengamat


Minggu, 10 September 2017 / 18:51 WIB
Insentif fiskal tak maksimal, ini saran pengamat


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - Guna mendorong investasi di Indonesia dalam rangka menciptakan momentum pertumbuhan ekonomi, Kementerian Keuangan (Kemkeu) akan melakukan evaluasi terkait dengan insentif pada sektor perpajakan.

Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, ada berbagai bentuk insentif pajak yang selama ini diberikan oleh pemerintah, seperti tax holiday, tax allowance, KEK, kawasan industri khusus, PPh yang ditanggung pemerintah, PPN yang dibebaskan. Namun demikian, insentif itu sebagian penggunaannya masih terbatas

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Taxation Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, kebijakan-kebijakan insentif fiskal tersebut penting untuk dievaluasi. Oleh karena itu, perlu dikaji apakah tepat sasaran, efektif, dan menciptakan multiplier effect.

“Apakah tax holiday dan tax allowance yang ada efektif? Jika tidak, maka kurangi dan tambahkan sektor lain yang membutuhkan,” katanya kepada KONTAN, Minggu (10/9).

Ia melanjutkan, selama ini memang untuk mendapatkan tax allowance dan tax holiday membutuhkan usaha yang cukup rumit. Oleh karena pemerintah perlu mempermudah syarat dan pengawasan agar betul-betul efektif untuk perekonomian.

“Saya setuju kriteria/syarat memang cukup rumit, tetapi harus diakui ada abuse juga. Maka pengawasan yang efektif menjadi penting,” ucapnya,

Menurut Yustinus, dari evaluasi ini , pemerintah perlu fokus ke industri padat karya yang menyerap tenaga kerja signifikan. Keberpihakan tersebut misalnya pada sektor TPT (textile dan produk tekstil), lalu agrobisnis yang kompetitif.

Yustinus melanjutkan, pembebasan pajak (exemption) beberapa barang juga perlu ditinjau. Termasuk jika ada yang justru dibutuhkan tetapi belum dimasukkan. Adapun pengurang-pengurang (deduction) untuk kelompok-kelompok masyarakat rentan perlu diperbaiki lagi

“Reindutrialisasi dengan mendukung manufaktur, jaga daya beli masyarakat menengah-bawah, permudah UKM dan start up,” ujarnya.

Selain itu, menurut Yustinus, bukan hanya kebijakan tertulis yang perlu dievaluasi, melainkan kebijakan tidak tertulis yang kerap menjadi disinsentif bagi pelaku usaha. Mengingat bahwa untuk mendukung pertumbuhan ekonomi, ada tiga ruang yang memungkinkan, yakni fiskal, moneter, dan debirokratisasi.

Di saat ini, ruang fiskal dan moneter sendiri sudah sempit. Dengan demikian, yang paling mungkin adalah debirokratisasi, “Yang dibutuhkan pelaku, jangan-jangan, bukan tambahan insentif tapi jangan kena disinsentif. Soal perijinan, kemudahan ekspor impor, logistik, infrastruktur, dan lain-lain,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×