kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45893,43   -4,59   -0.51%
  • EMAS1.333.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Inkonstitusional, OJK diminta dibubarkan


Kamis, 27 Februari 2014 / 19:49 WIB
Inkonstitusional, OJK diminta dibubarkan
ILUSTRASI. 3 Cara Menghapus History Google Maps bagi Pengguna. REUTERS/Dado Ruvic/Illustration


Sumber: TribunNews.com | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Keberadaan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dinilai tidak berpihak kepada rakyat dan ekonomi kerakyatan. Dalam sistem pengawasan lembaga keuangan, OJK dinilai tidak memiliki dasar yang jelas.

Tim Pembela Kedaulatan Ekonomi Bangsa menilai pembentukan OJK inkonstitusional karena dasar hukum OJK yakni Undang Undang Nomor 21 Tahun 2011 tidak sesuai dengan UUD 1945. Karena itu, Tim mendaftarkan uji materi UU tentang pembentukan OJK ke Mahkamah Konstitusi (MK) hari ini.

"Secara konstitusional cantolan OJK juga tidak jelas di UUD 1945 mendapat mandat atau turunan dari pasal berapa, dimana masing-masing kewenangan yang diperoleh OJK (Perbankan, Pasar Modal dan Asuransi serta lembaga keuangan lainnya) berasal dari turunan yang asimetris," ujar Ahmad Suryono, salah satu pemohon, di MK.

Menurut Suryono, keberadaan OJK merupakan mandat yuridis dair Pasal 34 ayat (1) Undang Undang Bank Indonesia yang menyatakan tugas mengawasi bank akan dilakukan oleh lembaga pengawasan sektor jasa keuangan yang independen, dan dibentuk dengan undang-undang.

Namun, lanjut Suryono, mandat yuridis tersebut merupakan rencana besar international monetary fund (IMF) sebagai bagian dari paket kerja sama dengan Indonesia.

UU BI yang menjadi landasan pembentukan OJK tersebut sebenarnya dimaksudkan untuk menetapkan peraturan terkait dengan tugas pengawasan bank, bukan UU yang mengatur pengawasan sektor jasa keuangan non bank dan jasa keuangan lain.

"Karena itu, Undang Undang Bank Indonesia baik secara keseluruhna maupun secara khusus melalui pasal 34 ayat (1) tidak dapat dijadikan dasar sebagai pembuatan undang undang yang mengatur sektor jasa keuangan non bank dan jasa keuangan lain," kata dia.

Atas dasar itu, Suryono bersama dua pemohon lain yaitu Salamuddin Daeng dan Ahmad Irwandi Lubis meminta MK menyatakan Undang Undang OJK terutama Pasal 1 angka 1, Pasal 5, dan Pasal 37 bertentangan dengan UUD 1945.

Jika MK tidak mengabulkan hal tersebut, pemohon meminta frasa 'tugas pengaturan dan pengawasan di sektor perbankan' dalam Pasal 6 , Pasal 7, Pasal 55, Pasal 64, Pasal 65, Pasal 66 UU OJK dihapus.

Selain mengajukan petitum, para pemohon juga mengajukan permohonan putusan provisi (sela) yaitu MK menonaktifkan OJK selama proses persidangan berjalan hingga putusan diberikan. Selanjutnya, Bank Indonesia mengambil alih wewenang OJK untuk sementara waktu dan pemohon meminta BPK mengaudit OJK. (Eri Komar Sinaga)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×