Reporter: Fahriyadi | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang pendahuluan gugatan uji materi pasal 18 ayat (1) Undang-Undang (UU) Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta yang diajukan Bernard Samuel Sumaraw.
Pemohon dalam uji materi ini menganggap hak konstitusinya terlanggar karena merasa telah lebih dahulu menciptakan program Priscard atau dana bantuan sosial pribadi yang akhirnya diadopsi pemerintah lewat program Jaminan Sosial Tenaga Kerja (Jamsostek).
Bernardus mengklaim pasal 18 (1) yang berbunyi: "Pengumuman suatu ciptaan yang diselenggarakan oleh pemerintah untuk kepentingan nasional melalui televisi dan/atau sarana lain dapat dilakukan dengan tidak meminta izin kepada pemegang hak cipta dengan ketentuan tidak merugikan kepentingan yang wajar dari pemegang hak cipta dan kepada pemegang hak cipta diberikan imbalan yang layak".
Atas bunyi pasal itu, Bernardus menganggap ketentuan ini multitafsir khususnya frasa "untuk kepentingan nasional". Dia merasa bahwa frasa "dapat dilakukan dengan tidak meminta izin kepada pemegang hak cipta" adalah "suatu tindakan diskriminatif, arogan, dan menunjukkan tindakan kesewenangan, baik oleh pemerintah maupun DPR," katanya, Jumat (29/8).
Menurutnya pasal 18 (1) UU 19/2002 ini bertentangan dengan Undang-Undang Dasar 1945 dan tidak mempunyai hukum yang mengikat.
Sementara itu, Hakim Konstitusi, Wahiduddin Adams menyatakan bahwa permintaan untuk menguji pasal 18 (1) bisa saja dilakukan MK. Namun, dia menyarankan kepada pemohon untuk juga menyampaikan aspirasinya kepada DPR dan pemerintah.
Pasalnya, saat ini Panitia Khusus (Pansus) DPR tengah menggodok revisi UU Hak Cipta ini dan ditargetkan rampung akhir September sebelum masa jabatan DPR berakhir.
"Barangkali aspirasi ini bisa disampaikan kepada DPR, tanpa mengurangi gugatan uji materi yang juga akan tetap berjalan," kata Wahiduddin.
Asal tahu saja, pemohon mengklaim sejak 3 Juli 1991 telah mengajukan surat penawaran atas proposal tentang program Priscard yang merupakan program dana santunan sosial pribadi yang diajukan kepada Menteri Tenaga Kerja, Menteri Keuangan, Menteri Sosial, dan Gubernur DKI Jakarta kala itu.
Pada 1 Juli 1993, dikeluarkan surat himbauan yang menyatakan adanya sengketa hukum atas pelanggaran hak cipta antara program Jamsostek dan Priscard.
Kemudian, Ketua DPR pada 19 Desember 2000, Jaksa Agung pada 10 April 2001, dan Komnas HAM pada 2 Juli 1998 secara eksplisit menyatakan bahwa program Jamsostek telah melanggar UU Hak Cipta. Pasalnya, pemohon yang memegang hak cipta Priscard tak mendapatkan haknya dan pemerintah bertindak sewenang-wenang atas hak cipta program Priscar yang dicontek ke program Jamsostek.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News