Reporter: Hendra Gunawan | Editor: Hendra Gunawan
Nota kesepahaman (MoU) antara Komisi Yudisial (KY), Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), dan Ombudsman RI, mendapat apresiasi dari pakar hukum UI Dian Puji Simatupang. MoU ini menurutnya akan berkontribusi terhadap kepastian hukum di Indonesia. “MoU ini menjadi angin segar agar bisa menjadikan persepsi yang sama dalam mengambil keputusan,” ujar Dian di Jakarta, Senin (16/6/2013).
Namun, kata Dian, MoU tersebut belum menjadi sebuah produk hukum sehingga masih perlu dikaji seberapa kuat MoU tersebut dalam kepastian hukum. Dan ini tentunya masih menunggu implementasi dari institusi tersebut.
Akhir Mei lalu, ketiga institusi menandatangani nota kesepahaman untuk mewujudkan lembaga peradilan yang bersih. Penandatanganan ini dimaksudkan untuk memperluas dan mengembangkan kerja sama antara KY, LPSK, dan Ombudsman dalam rangka terwujudnya peradilan yang bersih.
Ketua KY Eman Suparman saat penandatangan MoU mengemukakan dengan kerja sama tersebut dapat mendorong terwujudnya peradilan transparan dan akuntabel. Juga kemudahan bagi masyarakat untuk mendapatkan pelayanan administrasi yang lebih transparan dan efisien serta pemenuhan hak terhadap perlindungan bagi pelapor, saksi dan korban.
Menurut Dian, ada tiga faktor yang mempengaruhi kepastian hukum yaitu, sistem hukum, standar hukum, dan prosedur hukum. Namun ketiga elemen tersebut belum tercipta di negeri ini. Sehingga tidak heran jika masih saja ada konflik antar institusi karena setiap lembaga menggunakan persepsinya masing-masing. "Seharusnya ada standar sistem dan prosedur yang sama dalam mengambil keputusan agar tidak terjadi perbedaan keputusan,” ujar Dian.
Ia menegaskan bahwa kepastian hukum sangat penting bagi investor dan dapat berdampak negatif terhadap dunia investasi. "Putusan hakim dalam kepastian hukum menjadi dilema dan dipertanyakan apabila terjadi keputusan yang berbeda," terangnya.
Ia mencontohkan kasus Churchill Mining Plc yang berseteru dengan Pemerintah Kabupaten Kutai Timur karena dicabut ijin usaha pertambangan (IUP) batu baranya. Bahkan tahun lalu kasus ini mulai masuk ke International Centre for Settlement of Investment Disputes (ICSID) di AS.
Kasus lainnya adalah Weatherford Indonesia (WI) yang merupakan anak perusahaan Weatherford International Inc yang digugat Superior Coach sebagai buntut sengketa antara WI dan Saga Trade Murni. Meskipun akhirnya berdamai dengan Saga, namun WI lalu digugat Superior yang tanahnya sempat dimintakan sita jaminan dalam kasus sebelumnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News