kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45898,78   -24,72   -2.68%
  • EMAS1.326.000 0,53%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Inilah Pasal Draft RKHUP yang Dianggap Berbahaya, Termasuk Hina Pemerintah


Kamis, 23 Juni 2022 / 11:59 WIB
Inilah Pasal Draft RKHUP yang Dianggap Berbahaya, Termasuk Hina Pemerintah
ILUSTRASI. Foto udara suasana aksi mahasiswa di depan Gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Senayan, Jakarta, Selasa (24/9/2019). Aksi mahasiswa tersebut menuntut dibatalkannya RUU KUHP dan beberapa RUU lainnya. ANTARA FOTO/Denis Amran/pras.


Sumber: Kompas.com | Editor: Adi Wikanto

KONTAN.CO.ID - Jakarta. Simak sejumlah pasar di draft Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) yang dinilai membahayakan dan merugikan kelompok tertentu. RKHUP bisa dengan mudah menjerat pidana bagi kelompok yang bersebrangan dengan pemerintah dan pejabat negara.

Pembahasan draft RKUHP antara pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) juga mencakup sejumlah pasal karet yang dinilai multitafsir. Apalagi draf terbaru pembahasan RKUHP selepas Rapat Dengar Pendapat (RDP) antara Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham) dan Komisi III DPR pada 25 Mei 2022 lalu tak kunjung dibuka.

Draf RKHUP yang saat ini beredar adalah versi 2019 yang saat itu hendak disahkan dan memicu unjuk rasa besar-besaran dari kalangan masyarakat sipil dan mahasiswa. Sampai saat ini Kemenkumham dan DPR beralasan draf RKUHP terbaru masih dalam tahap penyempurnaan.

"Untuk draf terbaru, kami belum dapat mempublikasikannya karena sifatnya masih dalam taraf penyusunan dan penyempurnaan. Draf baru bisa kami sampaikan apabila pemerintah dan DPR telah bersepakat," kata Kepala Bagian Humas Kementerian Hukum dan HAM, Tubagus Erif Faturahman kepada Kompas.com, Senin (20/6/2022).

"Untuk draf RUU KUHP, yang bisa kami sampaikan kepada publik adalah draf RUU KUHP tahun 2019 yang batal disahkan," ucapnya.

Sedangkan Anggota Komisi III DPR Arsul Sani meminta agar semua pihak tidak menuduh pemerintah dan DPR bersikap tertutup karena belum juga membuka draf Rancangan Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP).

Arsul menyatakan, draf RKUHP masih berada di tangan pemerintah yang tengah melakukan penyempurnaan dan perbaikan atas draf RKUHP tahun 2019 lalu yang hampir disahkan. "Jadi kalau belum apa-apa kemudian pemerintah terutama dan DPR dituduh tidak terbuka, ya karena memang belum siap gitu lho," kata Arsul di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (20/6/2022).

Arsul menuturkan, draf RKHUP akan dibuka ke publik setelah pemerintah menyerahkan draf tersebut ke DPR karena RKUHP adalah RUU usul inisiatif pemerintah. "Begitu pemerintah sudah menyampaikan, misal Menkumham mewakili Presiden menyampaikan kepada pimpinan DPR, itu pasti akan terbuka drafnya," kata politikus PPP itu.

Baca Juga: Ketua DPR: RKUHP ditunda sampai waktu yang tidak ditentukan

Berikut ini adalah beberapa pasal karet yang ditemui dalam draf RKUHP versi 2019:

1. Pasal penyerangan martabat Presiden dan Wakil Presiden

Delik tentang penyerangan terhadap harkat dan martabat Presiden dan Wakil Presiden tercantum dalam Pasal 217 sampai Pasal 220 draft RKUHP versi 2019. Pemerintah mengusulkan agar ketentuan tindak pidana penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden pada Pasal 218 Ayat (1) RKUHP bersifat delik aduan dengan ancaman hukuman maksimal 3,5 tahun penjara.

"Terkait penyerangan harkat dan martabat presiden dan wakil presiden, jadi kami memberikan penjelasan bahwa ini adalah perubahan dari delik yang bersifat tadinya delik biasa menjadi delik aduan," kata Wakil Menteri Hukum dan HAM Edward Omar Sharif Hiariej dalam RDP dengan Komisi III DPR pada 25 Mei 2022.

Edward yang kerap disapa Eddy mengatakan, pemerintah tak ingin membangkitkan kembali pasal penghinaan presiden yang pernah dibatalkan Mahkamah Konstitusi (MK) melalui putusan Nomor 031-022/PUU-IV/2006. Eddy menerangkan, pasal yang ada di RKUHP berbeda dengan pasal yang dicabut oleh MK. "Jadi sama sekali kami tidak membangkitkan pasal yang sudah dimatikan oleh Mahkamah Konstitusi, justru berbeda. Kalau yang dimatikan Mahkamah Konstitusi itu adalah delik biasa, sementara yang ada dalam RUU KUHP ini adalah delik aduan," kata Eddy.

Draft RKUHP juga telah ditambahkan penjelasan bahwa pengaduan mengenai pasal itu harus dilakukan langsung oleh presiden maupun wakil presiden secara tertulis. "Kami menambahkan itu bahwa pengaduan dilakukan secara tertulis oleh presiden atau wakil presiden. Dan juga ada pengecualian untuk tidak dilakukan penuntutan apabila ini untuk kepentingan umum," imbuhnya.

2. Pasal penghinaan terhadap pemerintah

Delik penghinaan terhadap pemerintah diatur dalam Pasal 240 dan Pasal 241 draf RKUHP 2019. Dalam Pasal 240, setiap orang yang menghina pemerintah yang sah dan berakibat terjadinya kerusuhan dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.

Sedangkan dalam Pasal 241 setiap orang yang menyebarkan materi berisi penghinaan terhadap pemerintah yang sah melalui sarana teknologi informasi diancam pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori V.

3. Pasal penghasutan melawan penguasa umum

Delik itu tercantum dalam Pasal 246 dan Pasal 247 draf RKUHP 2019. Dalam Pasal 246, setiap orang yang menghasut buat melawan penguasa umum dengan tindak pidana atau kekerasan melalui lisan dan tulisan diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun atau pidana denda paling banyak Kategori V.

Lalu dalam Pasal 247 disebutkan, setiap orang yang menyebarluaskan hasutan agar melakukan tindak pidana atau melawan penguasa umum dengan kekerasan melalui gambar, tulisan, rekaman, dan sarana teknologi informasi diancam dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Kategori V.

4. Pasal penghinaan terhadap kekuasaan umum dan lembaga negara

Dalam pasal 353 draft RKUHP versi 2019 disebutkan penghinaan terhadap kekuasaan umum atau lembaga negara diancam dengan hukuman penjara 1 tahun 6 bulan. Sedangkan pada pasal 354 draft RKUHP disebutkan setiap orang yang dengan sengaja menyebarkan materi berisi penghinaan terhadap pemerintah melalui sarana teknologi informasi diancam hukuman penjara selama 2 tahun.

5. Pasal hukum yang hidup (The Living Law)

Pasal 2 ayat (1) dan pasal 598 RKUHP draf 2019 diatur tentang hukum yang hidup di masyarakat. Menurut pasal itu, masyarakat bisa dipidana bila melanggar hukum yang berlaku di suatu daerah. Pasal ini dikhawatirkan akan memunculkan potensi kriminalisasi.

6. Pasal kumpul Kebo (kohabitasi)

Pemerintah juga mengusulkan mencabut ketentuan dalam draf RKUHP lama yang yang mengatur bahwa pasangan yang hidup tanpa status pernikahan (kumpul kebo atau kohabitasi) dapat dipidana atas aduan kepala desa.

"Mengenai kohabitasi, ketentuan pasal ini merupakan delik aduan. Pemerintah mengusulkan menghapus ketentuan kepala desa yang dapat mengajukan aduan karena kalau kepala desa bisa mengadu berarti dia sudah bukan lagi delik aduan," kata Eddy.

Berdasarkan dokumen berjudul 'Isu Krusial RUU KUHP' yang dirilis Kemenkumham, RKUHP akan mengatur praktik kumpul kebo hanya bisa diproses hukum atas pengaduan suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau orangtua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perwakinan.

Hal itu tercantum dalam ketentuan yang tertuang dalam Pasal 418 Ayat (2) draf RKUHP. "Dirumuskan sebagai delik aduan dan pengaduan dibatasi hanya dapat diajukan oleh orang-orang yang paling terkena dampak," demikian bunyi keterangan pemerintah dalam dokumen tersebut.

7. Pasal penyiaran berita bohong

Dalam Pasal 262 RKUHP draf 2019 disebutkan, setiap orang yang menyebarluaskan berita bohong diancam hukuman penjara selama 4 tahun penjara. Selain itu, pasal 263 menyebutkan pihak yang menyiarkan kabar yang tidak pasti, berlebih-lebihan dan bisa meyebabkan keonaran di masyarakat diancam hukuman penjara maksimal 2 tahun.

8. Pasal penghinaan terhadap pengadilan (contemp of court)

Delik itu diatur dalam Pasal 281 RKUHP draf 2019. Pasal itu menyatakan bahwa seseorang yang tidak bersikap tidak hormat atau tidak berpihak ke hakim diancam hukuman penjara selama 1 tahun.

Kemudian, seseorang yang apabila merekam dan mempublikasikan sesuatu yang dianggap mempengaruhi independensi hakim di pengadilan juga diancam hukuman penjara selama 1 tahun.

9. Pasal penghinaan agama

Dalam Pasal 304 RKUHP disebutkan setiap orang yang melakukan penistaan agama di depan umum diancam dengan hukuman penjara selama 5 tahun.

10. Pasal pencemaran nama baik

Dalam pasal 440 RKUHP disebutkan setiap orang yang melakukan pencemaran nama baik diancam dengan hukuman pidana penjara selama 9 hingga 1 tahun 6 bulan penjara.

Itulah pasal-pasal berbahaya di draft RKHUP yang tidak boleh dibiarkan lolos disahkan begitu saja. Pasal-pasal, termasuk penghinaan terhadap pemerintah dll bisa mematikan demokrasi dan upaya kritis terhadap kebijakan pemerintah.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Pasal-pasal Karet RKUHP yang Jadi Sorotan",

Editor : Aryo Putranto Saptohutomo

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×