kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.526.000   -2.000   -0,13%
  • USD/IDR 16.240   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.037   -29,18   -0,41%
  • KOMPAS100 1.050   -5,14   -0,49%
  • LQ45 825   -5,35   -0,64%
  • ISSI 214   -0,85   -0,40%
  • IDX30 423   -1,15   -0,27%
  • IDXHIDIV20 514   0,87   0,17%
  • IDX80 120   -0,69   -0,57%
  • IDXV30 125   1,36   1,09%
  • IDXQ30 142   0,26   0,18%

Ini sanksi daerah yang tak layani online single submission (OSS)


Senin, 02 Juli 2018 / 19:07 WIB
Ini sanksi daerah yang tak layani online single submission (OSS)
ILUSTRASI. Online Single Submission (OSS)


Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo telah meneken Peraturan Pemerintah (PP) terkait pelaksanaan sistem perizinan terintergrasi berbasis online atawa online single submission (OSS).

Berdasarkan salinan yang diterima Kontan.co.id, Senin (2/7) PP tersebut telah ditandatangani oleh Presiden pada 21 Juni 2018 dengan No. 24 Tahun 2018 tentang Pelayanan Berusaha Terintegrasi Secara Elektronik.

Dalam PP ini dijelaskan pelayanan OSS ini merupakan integrasi antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat dalam hal perizinan berusaha. Sehingga, OSS juga disediakan di daerah-daerah, tak hanya untuk memberikan perizinan saja tapi juga untuk pengawasan terhadap sistem ini.

Maka, tak heran jika ada sanksi yang dikenakan sanksi bagi gubernur dan bupati/wali kota yang tidak melaksanakan OSS. Hal itu tercantum dalam Pasal 100 yang menjelaskan, akan ada sanksi bagi kepala daerah yang tidak memberikan pelayanan pemenuhan komitmen izin usaha dan/atau izin komersial atau operasional sesuai dengan sistem OSS kepada investor yang telah memenuhi persyaratan.

Adapun saksi tersebut berupa teguran tertulis sebanyak dua kali. Teguran itu dilakukan oleh Menteri Dalam Negeri jika teguran ditujukan kepada gubernur. Sementara teguran untuk bupati/wali kota dilakukan oleh gubernur sebagai wakil pemerintah pusat.

"Teguran diberikan sebanyak dua kali dengan jangka waktu masing-masing paling lama dua hari," seperti dikutip dari Pasal 100 ayat 3 PP tersebut, Senin (2/7).

Jika pemerintah tetap tidak juga melakukan pelayanan meski sudah ditegur secara tertulis dua kali maka, menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan dalam negeri mengambil alih penyelesaian pemenuhan Komitmen Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional yang menjadi kewenangan gubernur dan melimpahkannya kepada Lembaga OSS.

Atau bisa juga, gubernur sebagai wakil Pemerintah Pusat mengambil alih penyelesaian pemenuhan Komitmen Izin Usaha dan/atau Izin Komersial atau Operasional yang menjadi kewenangan bupati/wali kota dan melimpahkannya kepada Lembaga OSS.

Tetapi setelah itu, baik menteri, pimpinan lembaga, gubernur, dan/atau bupati/ wali kota akan mengenakan sanksi kepada pejabat yang tidak memberikan pelayanan OSS sesuai standar OSS.

Tapi sayangnya sanksi tersebut tidak dijelaskan dalam PP ini. Hanya saja Pasal 101 menyebutkan, sanksi tersebut dikenakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang aparatur sipil negara.

Tak hanya kepada pejabat terkait saja, sanksi tersbut juga bisa dalam bentuk disinsentif bagi daerah yang tidak melakukan OSS. Sesuai dengan Pasal 97 ayat 6 disebutkan disinsentif daerah itu berupa penundaan Dana Alokasi Umum (DAU) dan/atau Dana Bagi Hasil yang menjadi hak daerah bersangkutan dan bentuk lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Hal itu pun akan dilakukan setelah mempertimbangkan besaran penyaluran Dana Alokasi Umum dan/atau Dana Bagi Hasil, sanksi pemotongan dan/atau penundaan lainnya, serta kapasitas fiskal daerah yang bersangkutan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×