kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45903,33   4,58   0.51%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Ini proyeksi ekonomi Indonesia versi Apindo


Kamis, 19 Desember 2013 / 13:51 WIB
Ini proyeksi ekonomi Indonesia versi Apindo
ILUSTRASI. Cara Perpanjang Antilama, Simak Jadwal SIM Keliling Bekasi Hari Ini 3 Agustus 2022


Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Asnil Amri

AKARTA. Pengusaha Indonesia yang tergabung dalam Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) pesimistis melihat perekonomian Indonesia tahun depan. Apindo memproyeksikan, pertumbuhan ekonomi tahun depan hanya berkisar 5%-5,2%.

Ada dua faktor yang membuat Apindo pesimistis dengan ekonomi Indonesia tahun depan. Pertama, ketidakpastian perekonomian global. Kedua, tantangan ekonomi dari sisi internal yang dihadapi pemerintah Indonesia.

Ketua Apindo Sofjan Wanandi mengatakan, ketidakstabilan ekonomi global ini imbas dari pengurangan stimulus ekonomi alias quantitative easing (QE) yang pasti dilakukan AS tahun depan. “Ini yang kemudian menyebabkan rupiah kita terbang tinggi," ujar Sofjan dalam outlook ekonomi 2014 di Jakarta, Kamis (19/12).

Perubahan kebijakan memang berikan tekanan yang hebat terhadap negara berkembang, khususnya bagi Indonesia. Pasalnya, Indonesia sedang menghadapi permasalahan fundamental yaitu defisit transaksi berjalan yang tidak kunjung reda.

Selain ketidakstabilan pasar keuangan global, juga terjadi permasalahan pada penurunan permintaan global. Permintaan global masih akan menyusut karena perlambatan pertumbuhan ekonomi negara China dan India, serta pemulihan ekonomi Amerika dan Eropa yang masih lambat.

Sedangkan dari sisi dalam negerinya sendiri, Sofjan menjelaskan, Indonesia hadapi ketidakpastian akibat adanya pemilihan umum (pemilu). Dalam hal ini, pemerintah sudah dipastikan tidak dapat diharapkan lagi dalam lakukan terobosan di bidang ekonomi tahun depan.

"Konsentrasi sekarang lebih pada politik," tandasnya. Padahal, di dalam negeri sendiri sangat membutuhkan terobosan untuk memperbaiki kinerja neraca transaksi berjalan. Khususnya pada subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang terus melonjak naik.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×