Reporter: Mona Tobing | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
JAKARTA. Pekan ini, Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan, ekonomi Indonesia pada Triwulan I 2015 melambat dengan pertumbuhan sebesar 4,71% dibandingkan periode yang sama pada tahun 2014 sebesar 5,14%. Perlambatan ini salah satunya dipicu menurunnya sisi produksi dan konsumsi akibat mundurnya periode musim tanam.
Hal ini merefleksikan kondisi harga kebutuhan pangan tanah air pada Maret hingga April yang sempat menyentuh harga tertinggi. Beras misalnya, harganya diatas Rp 10.000 per kilogram (kg). Daging ayam sapi sebesar Rp 28.000 per kilogram (kg). Daging sapi mencapai Rp 101.000 per kg hingga bawang merah sebesar Rp 30.000 per kg.
Kondisi ini terjadi karena sedikitnya produksi dan ketersediaan atau setok yang terbatas akibat mundurnya periode tanam. Mundurnya musim tanam terjadi selama dua bulan terakhir 2014.
Otomatis, hal itu membuat panen yang seharusnya sesuai jadwal terjadi pada Januari sampai Maret mundur hingga April. Mundurnya musim tanam turut menurunkan produksi pangan. Khusus padi atau beras produksinya diperkirakan bakal turun hingga 5%.
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Komisi IV Rofi Munawar mengatakan, ini menjadi peringatan dini bagi Kementerian Pertanian terkait kondisi produksi pangan nasional yang kurang optimal. "Pangan menjadi sektor penting dalam menyumbang angka inflasi di berbagai daerah (volatile foods),” kata Rofi pada Jumat (8/5).
Sebagaimana diketahui, bahan pangan memberikan kontribusi besar dalam laju inflasi volatile food, ialah beras. Sebab, beras merupakan bahan pangan pokok masyarakat Indonesia. Jika permintaan terhadap beras yang tinggi tidak diimbangi dengan peningkatan produksi beras yang memadai di dalam negeri. Akibatnya, harga beras meningkat dan terjadi inflasi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News