Reporter: Intan Nirmala Sari | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Untuk pertama kalinya sejak 2007 posisi kurva imbal hasil US Treasury terbalik atau dikenal dengan inverted yield curve. Kondisi tersebut disinyalir karena dampak dari negosiasi perang dagang antara Amerika Serikat dan China yang tak kunjung usai.
Pembalikan kurva imbal hasil US Treasury tenor dua tahun dengan US Treasury tenor 10 tahun untuk pertama kalinya dalam 12 tahun terjadi pada Rabu (14/8). Hal tersebut sekaligus menunjukkan bahwa investor obligasi memiliki pandangan yang jauh lebih suram terhadap ekonomi Amerika Serikat (AS) dan ekonomi global dibandingkan bank sentral AS.
Baca Juga: Trump kembali serang The Fed terkait kurva yield terbalik
Namun Ekonom Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) Fikri C Permana telah membaca sinyal inverted yield curve sejak April 2019. Bahkan, inverted yield curve terjadi bukan hanya di AS, melainkan juga di Jepang dan Jerman yang salah satunya sudah mencatatkan yield negatif.
Terkait inverted yield curve AS yang dianggap sebagai sinyal awal resesi, Fikri mengatakan dalam 50 tahun terakhir memang resesi terjadi hingga 7 kali, di mana usai terjadi inverted yield curve di 18 bulan ke depan akan terjadi resesi.
"Tapi untuk kemungkinan resesi tahun ini saya rasa kecil, karena dari fundamental ekonomi AS sendiri masih sangat baik. Ini dilihat dari angka penganggurannya yang menyentuh level terendah, pertumbuhan ekonomi masih di kisaran 2% dan inflasi masih sedikit di bawah 2%," jelas Fikri, Kamis (15/8).
Baca Juga: Warren Buffett tambah kepemilikan saham Amazon sebanyak 11% premium