kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

Ini penyebab insentif belum berhasil tingkatkan penerimaan pajak


Senin, 07 Oktober 2019 / 15:12 WIB
Ini penyebab insentif belum berhasil tingkatkan penerimaan pajak
ILUSTRASI. Pembayaran Pajak


Reporter: Yusuf Imam Santoso | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren penerimaan pajak sejak tahun lalu berada di bawah target pemerintah. Padahal pemerintah telah menggelontorkan sejumlah insentif guna menstimulus dunia usaha dan investasi.

Direktur Eksekutif Center of Indonesia Taxasion Analysis (CITA) Yustinus Prastowo menganggap pemerintah saat ini cukup dilematis. Di satu sisi sejumlah insentif bertebaran seperti super deduction tax, tax holiday, tax allowance, dan lain sebagainya. Namun penerimaan pajak terancam merosot.

Baca Juga: Tiga insentif fiskal pemerintah dinilai belum maksimal

Sepanjang Januari-Agustus 2019 penerimaan pajak mencapai Rp 801,16 triliun. Angka tersebut merupakan 50,78% dari target penerimaan pajak tahun 2019 sebesar Rp 1.577,56 triliun. 

Bahkan, dari sisi pertumbuhan, dalam delapan bulan tersebut pertumbuhan penerimaan pajak hanya 0,21% jauh dari target sebesar 19%. Di sisi lain, realisasi kepatuhan formal di level 69,3% per akhir September.

Menanggapi hal tersebut, Yustinus menilai Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bisa menjadi motor penggerak penerimaan pajak. Pada dasarnya, PPN berbasis transaksi, pengenaan pajak setelah masyarakat mengonsumsi suatu barang atau jasa.

Namun, CITA menganggap penerapan PPN masih terlalu rumit, karena belum mengusung teknologi electronic data capture (EDC). Yustinus bilang penerapan PPN harus realtime, setelah terpajaki seharusnya langsung masuk ke data perbankan.

“Berbeda dengan Pajak Penghasilan (PPh) yang diambil di depan, PPN merupakan pajak tidak langsung itu akan lebih netral,” ujar Yustinus kepada Kontan.co.id, Selasa (7/10).

Baca Juga: Manfaatkan perang dagang, Indonesia satu-satunya yang kalah melawan negara Asia lain

Setali tiga uang, omnibus law yang digadang-gadang pemerintah dapat menumbuhkan dunia usaha menjadi harapan PPN di tahun depan. Kata Yustinus, ketika dunia usaha bergairah dan volume produksi naik, otomatis PPN semakin bertumbuh.

CITA memprediksi dengan proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan di level 5,3% dan proyeksi inflasi sebesar 3, 1%. Sekiranya PPN dapat tumbuh hingga sekitar 15%. Atau sejalan dengan proyeksi pemerintah sebesar Rp 685,9 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×