kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.468.000   -2.000   -0,14%
  • USD/IDR 15.946   -52,00   -0,33%
  • IDX 7.161   -53,30   -0,74%
  • KOMPAS100 1.094   -8,21   -0,74%
  • LQ45 872   -4,01   -0,46%
  • ISSI 216   -1,82   -0,84%
  • IDX30 446   -1,75   -0,39%
  • IDXHIDIV20 540   0,36   0,07%
  • IDX80 126   -0,84   -0,67%
  • IDXV30 136   0,20   0,15%
  • IDXQ30 149   -0,29   -0,20%

Ini penjelasan soal daya beli versi Stafsus Wapres


Selasa, 15 Agustus 2017 / 19:42 WIB
Ini penjelasan soal daya beli versi Stafsus Wapres


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - Belakangan muncul perdebatan soal melemahnya ekonomi. Di satu sisi, ada yang mengatakan ekonomi tengah lesu karena daya beli turun. Di sisi lainnya, ada yang mengatakan ekonomi tidak mengecewakan karena konsumsi masyarakat masih baik.

Staf Khusus Wakil Presiden Bidang Ekonomi dan Keuangan Wijayanto Samirin menyatakan bahwa konsumsi tetap tumbuh, tetapi mengalami perlambatan pertumbuhan. Hal ini terjadi karena masyarakat kelas atas menunda konsumsi dan masyarakat menengah bawah mengalami stagnasi daya beli.

Wijayanto mengatakan, masyarakat kelas atas menunda konsumsi karena masalah psikologis, hal ini terlihat dari semakin tingginya nilai saving di bank. Selain itu, terjadi pergeseran pola konsumsi dimana leisure activities, seperti traveling dan makan, menjadi semakin penting.

Sementara, masyarakat menengah bawah mengalami stagnasi daya beli. Hal ini sejalan dengan penurunan pendapatan riil pekerja sektor pertanian dan konstruksi. Data BPS kuartal ke-2 2017 juga menunjukkan pertumbuhan sektor pertanian, industri dan perdagangan hanya dikisaran 3% saja (yoy),

“Padahal ketiga sektor ini mempekerjakan lebih dari 50% pekerja kita. Pergeseran yang cukup masif dari pekerja formal menjadi informal dalam setahun terakhir, juga menjelaskan masalah daya beli ini,” katanya kepada KONTAN, Jakarta, Selasa (15/8).

Oleh karena itu, menurutnya, masyarakat menengah bawah perlu didongkrak daya belinya, dengan menjaga tingkat inflasi, melalui perbaikan tata niaga dan penundaan rencana kenaikan harga energi.

“Selain itu, program stimulus seperti raskin, PKH, dan BLT perlu didorong, tentunya dengan tetap memperhatikan keterbatasan fiskal kita,” kata dia.

Sedangkan untuk kelompok atas perlu dibangun confidence mereka untuk berbelanja, dengan menunda aturan-aturan yang menyebabkan ketidakpastian, misalnya ketentuan terkait pajak, transparansi bank account, dll.

“Kalau pun diputuskan untuk tidak ditunda, komunikasi oleh para pengambil kebijakan harus diperbaiki,” ujarnya.

Adapun dia mengatakan bahwa perlambatan pertumbuhan daya beli di retail konvensional bukan karena e-commerce.

“E-commerce berpotensi besar dimasa mendatang, tetapi saat ini masih kecil. Jadi bukan karena e-commerce,” katanya.

Asal tahu saja, menurut riset Nielsen yang diterima KONTAN menunjukkan, pertumbuhan penjualan barang kebutuhan bulanan konsumen pada semester I-2017 hanya 3,7% year on year (yoy). Pertumbuhan itu di bawah periode sama tahun 2016 yang naik sebesar 10,2%.

Sedangkan penjualan kelompok makanan hanya tumbuh 4,2%, lebih lambat dari periode sama tahun 2016 yang tumbuh 10,7%, dan non makanan 2,4%, anjlok dari 9,1%.

Menurut Nielsen, penjualan bahan pangan, seperti mi instan turun 4,4%, air mineral turun 1,8%, dan teh turun 9,2%. Di kelompok non-makanan, penyusutan penjualan terjadi pada sampo sebesar 2,2%, detergen 0,7%, sabun 1,8% dan produk perawatan kulit 1,3%.

Nielsen juga menampik asumsi yang mengatakan, turunnya pertumbuhan penjualan eceran karena ada pergeseran ke penjualan online. Nielsen menghitung, penjualan barang kelontong (grocery) tahun 2016 mencapai Rp 450 triliun. Dengan pertumbuhan penjualan 11% di semester I-2016, kenaikan penjualan sekitar Rp 49 triliun di 2017.

Sedangkan pertumbuhan penjualan barang konsumer periode sama tahun ini diperkirakan hanya 3,7% atau bertambah Rp 16 triliun. Padahal, penjualan barang konsumer via e-commerce tahun ini diperkirakan hanya naik Rp 1,5 triliun. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×