Reporter: Margareta Engge Kharismawati | Editor: Uji Agung Santosa
JAKARTA. Pemerintah bersama dengan Bank Indonesia (BI), dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menggelar konferensi pers mengenai rupiah. Berikut penjelasan Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengenai rupiah pada Selasa (16/12) di Kantor Menko Perekonomian Jakarta.
"Ada dua kondisi yang menyebabkan pelemahan rupiah yaitu dari sisi eksternal dan domestik," kata Bambang.
Pertama, dari sisi eksternal adalah rencana Bank Sentral Amerika The Fed menaikkan acuan suku bunganya pada tahun 2015. Pertanyaannya adalah kapan dan seberapa besar kenaikan suku bunga. Nah, ini menjadi sentimen yang akan mempengaruhi rupiah. Kondisi inilah yang akan terjadi sampai nanti Amerika menyelesaikan semua proses normalisasi kebijakan moneter.
Kedua, dari sisi domestik. Indonesia mengalami permasalahan defisit transaksi berjalan. Meskipun menuju perbaikan, namun besarannya untuk level negara berkembang seharusnya bisa lebih baik lagi.
Selain dua persoalan dari sisi global dan domestik. Ada faktor seasonal yang terjadi pada belakangan ini. Pertama, nilai tukar dolar Amerika menguat terhadap hampir semua mata uang dunia dan ini merupakan gejala global.
Kedua, permintaan dolar AS pada akhir tahun besar. Permintaan ini berasal dari perusahaan untuk pembayaran utang dan pengiriman dividen, serta adanya reposisi portofolio dari surat berharga dengan denominasi rupiah ke mata uang asing terutama dolar Amerika.
Setiap tahun perusahaan harus tutup buku sehingga laporan keuangan yang dibuat haruslah laporan yang terbaik. Maka dari itu banyak perusahaan melakukan reposisi portofolio untuk meyakinkan bahwa laporan keuangan akhir tahunnya dalam kondisi yang baik. "Bisa kami sampaikan bahwa fenomena pelemahan rupiah terhadap dolar minggu ini sifatnya temporer dan ada unsur eksternalnya," terang Bambang.
Berdasarkan data, Bambang mengaku, per 15 Desember 2014 pelemahan rupiah secara harian mencapai 2%, mata uang Rusia yaitu Rubel melemah 10,2%, mata uang Turki yaitu Lyra melemah 3,4%, dan mata uang Brasil yaitu Peso pelemahannya 1,6%. Secara year to date dari awal tahun hingga sekarang (16/12), pelemahan rupiah sebesar 4,5%, rubel 48,8%, lyra 8,9%, dan peso 12,4%.
Jadi, Bambang bilang, bukan hanya rupiah saja yang mengalami pelemahan. Negara berkembang lainnya pun mengalami hal yang serupa. Khusus untuk hari ini di mana posisi rupiah berhasil menembus Rp 12.900, Bambang menjelaskan ada faktor Rusia yang menaikkan acuan suku bunganya dari 10,5% menjadi 17%.
"Kalau secara investor melihat, ketika melihat emerging market, Indonesia dan lainnya itu satu kelompok. Ketika loihiat Rusia naik 650 bps, maka pasti ada pemikiran kalau gitu kita pindahkan portofolio ke Rusia," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News