Reporter: Nina Dwiantika | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Walaupun kontribusi rumah mewah terhadap kredit perumahan rakyat (KPR) belum signifikan. Namun, Bank Indonesia (BI) terus mencari cara untuk memitigasi potensi risiko yang bersumber dari sektor properti, yang terbaru adalah penerapan pajak barang mewah untuk rumah mahal.
Darsono, Direktur Eksekutif Departemen Kebijakan Makroprudensial BI, menjelaskan, penerapan ketentuan terhadap tipe rumah besar memang akan membuka peluang pertumbuhan pembiayaan untuk rumah tipe kecil lebih cepat sehingga porsinya cenderung akan meningkat.
BI mencatat porsi pembiayaan kredit untuk tipe rumah menengah dan besar yaitu tipe di atas 70 m2 sebesar 35% atau Rp 194,11 triliun terhadap total kredit properti bank sebesar Rp 554,6 triliun per Desember 2014. Angka porsi rumah jenis tersebut turun dibandingkan porsi rumah menengah dan besar sebesar 37% atau Rp 174,97 triliun terhadap total kredit properti bank sebesar Rp 472,9 triliun per Desember 2013.
"Angka ini sedikit menurun dibandingkan dengan porsi sebelum diterapkan aturan loan to value (LTV)," katanya, kepada KONTAN, Senin (2/3).
Darsono menambahkan, tujuan penerapan pajak ini bukan untuk menurunkan porsi pembiayaan rumah menengah ke atas, namun untuk mitigasi risiko sektor keuangan yang berasal dari properti. Misalnya, BI menyadari banyak faktor yang dapat mempengaruhi harga properti namun sulit terjangkau untuk dibenahi oleh BI.
"Jika terkait faktor di luar kewenangan BI, seperti terkait dengan instrumen pajak oleh pemerintah, tentunya BI akan berkoordinasi dengan pemerintah," tambahnya.
Lanjutnya, kajian penerapan pajak untuk rumah mewah ini juga akan melibatkan beberapa pihak termasuk pemerintah, pengusaha properti, dan akademisi agar semua pihak terlibat dalam mencari solusi bersama yang lebih komprehensif.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News