Reporter: Amailia Putri Hasniawati | Editor: Yudho Winarto
JAKARTA. Pemerintah berupaya untuk menebalkan kantong dari penerimaan devisa. Anjloknya harga komoditas membuat prestasi ekspor Indonesia terpuruk.
Belum lagi terdapat potensi kerugian akibat aksi pengelolaan sumber daya alam (SDA) ilegal yang menyebabkan devisa hasil ekspor SDA tidak masuk ke kas negara.
Edy Putra Irawady, Deputi Bidang Koordinasi Perniagaan dan Industri Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian mengatakan, pihaknya mendapat laporan dari Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), ada potensi kerugian negara dari hasil pengelolan SDA, terutama, di komoditas mineral dan batubara, hasil perkebunan, dan kehutanan.
"(ada) ekspor (atas) 28 komoditas yang devisanya tidak tercatat itu sekitar US$ 18 miliar," ujarnya tanpa menyebut periode ekspor, Jumat (15/1).
Oleh karena itu, pada 21 Januari 2016 mendatang, pihaknya akan menghelat rapat terkait penataan ulang perizinan aktivitas pengelolaan SDA yang menjadi temuan KPK tersebut.
Menurut catatan yang sama, sekitar 24% penambang di Indonesia tidak memiliki nomor pokok wajib pajak (NPWP). Adapun, sebesar 40% tidak memiliki sertifikat clean and clear (CnC) yang harus dimiliki eksportir tercatat.
Selain menata ulang perizinan, pihaknya juga membuat kebijakan di sektor industri untuk mengalihkan ekspor berbasis komoditas menjadi ekspor berbasis manufaktur.
Salah satunya, memberikan fasilitas perusahaan-perusahaan yang berasal di luar zona perdagangan bebas (FTA) sama seperti negara-negara yang menjalin kesepakatan FTA dengan Indonesia.
Edy mencontohkan, jika ada perusahaan asal Amerika atau Eropa ingin berinvestasi di Indonesia dan ingin mendapatkan fasilitas FTA, maka pemerintah akan mengabulkannya. "Kami akan membebaskan bea masuknya, PPN (pajak pertambahan nilai) atas impor, dan fasilitas lain," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News













