CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.527.000   14.000   0,93%
  • USD/IDR 15.675   65,00   0,41%
  • IDX 7.287   43,33   0,60%
  • KOMPAS100 1.121   3,73   0,33%
  • LQ45 884   -2,86   -0,32%
  • ISSI 222   1,85   0,84%
  • IDX30 455   -2,30   -0,50%
  • IDXHIDIV20 549   -4,66   -0,84%
  • IDX80 128   0,06   0,05%
  • IDXV30 138   -1,30   -0,94%
  • IDXQ30 152   -0,90   -0,59%

Ini Alasan Indonesia Perlu Waspadai Lonjakan Inflasi Global


Kamis, 17 Februari 2022 / 07:08 WIB
Ini Alasan Indonesia Perlu Waspadai Lonjakan Inflasi Global
ILUSTRASI. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati


Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Anna Suci Perwitasari

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memperingatkan agar Indonesia harus mewaspadai lonjakan inflasi dunia, terutama yang terjadi di negara-negara maju. Lonjakan inflasi memang sudah terlihat terjadi di sejumlah negara, seperti Amerika Serikat (AS) yang mencatat inflasi tembus 7,5%.

“Yang harus diwaspadai tadi disampaikan ke presiden, adalah lonjakan inflasi dunia terutama di negara-negara maju seperti diketahui AS mencapai 7,5% inflasinya pada bulan Februari ini, dan ini akan mendorong kenaikan suku bunga dan pengetatan likuiditas,” ujar Sri Mulyani dalam konferensi pers setelah Sidang Kabinet Paripurna, (16/2).

Hal ini tentu akan memberikan dampak spill over atau rambatan yang harus diwaspadai dalam bentuk capital flow.

Menurutnya, arus modal (capital flow) akan mendapat pengaruh negatif dari kenaikan suku bunga dan dari sisi imbal hasil (yield) dari Surat Berharga Negara (SBN). Tentu saja ini akan mendorong dalam hal biaya surat utang negara.

Baca Juga: Inflasi Inggris Ada di Laju Tercepat 30 Tahun, Kenaikan Suku Bunga BOE di Depan Mata

Dirinya menambahkan, lingkungan ini harus diwaspadai karena negara-negara emerging market, inflasinya sudah mengalami peningkatan. Seperti Argentina mencatat inflasi 50%, Turki 48%, Brasil 10,4%, Rusia 8,7% dan Meksiko 7,1%.

“Kenaikan inflasi yang tinggi tentu akan bisa mengancam proses pemulihan ekonomi karena daya beli masyarakat tentu akan tergerus. Ini yang akan diwaspadai,” kata Sri Mulyani.

Sri Mulyani menambahkan, struktur APBN 2023 akan kembali mengikuti seperti sebelum pandemi, yaitu kembali dengan postur defisit di bawah 3%.

“Kami masih akan melakukan langkah-langkah untuk membuat detail Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF), yang dipresentasikan di DPR untuk menjadi bahan dalam menyusun RAPBN kita tahun 2023 yang masih akan berjalan,” katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×