Reporter: Titis Nurdiana | Editor: Titis Nurdiana
KONTAN.CO.ID -JAKARTA. Pandemi corona atau Covid 19 membuat angka kemiskinan kembali melonjak. Data terbaru, secara bulanan, penduduk miskin naik dari 25,1 juta menjadi 26,4 juta, atau naik 9,78% di Maret 2020.
Hanya dalam tempo satu bulan, orang miskin sudah bertambah 1,3 juta. “Koefiesn gini banyak provinsi naik, ini yang harus diantipasi,” ujar Mantan Menteri Ekonomi periode 2013-2014 Chatib Basri dalam seminar daring (20/7).
Daya tahan penduduk menghadapi pandemi corona tak besar, utamanya masyarakat menegah bawah. “Itulah sebabnya, banyak masyarakat menginginkan adaptasi baru, atau istilah sebelumnya new normal,” ujar Chatib.
Hasil riset yang dilakukan Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) yang menyebutkan, 80% responden sepakat pemerintah melakukan transisi adaptasi baru, meski kasus Covid-19 belum menurun. Sementara sisanya 15% responden menyatakan tidak setuju adaptasi baru, mengingat ancaman Covid-19.
“Bagi masyarakat dengan penghasilan di bawah Rp 1 juta-Rp 2 juta, tuntutan new normal harus segera agar mereka bisa mencari nafkah,” ujar Chatib. Sementara masyarakat dengan penghasilan di atas Rp 4 juta memilih adaptasi baru ditunda,” ujar dia
Itulah sebabnya, kata Chatib, ekonomi akan yang bergerak lebih dulu di masa transisi new normal adalah pasar tradisional, serta non income labor seperti warung hingga tukang ojek. “Dari sisi kesehatan, ini yang harus diantisipasi atas Covid-19,” ujar dia.
Baca Juga: Covid 19 membuat jumlah orang miskin melonjak hanya dalam hitungan bulan
Kondisi saat ini berbeda dengan tahun 1997/1998. “Banya orang kehilangan pekerjaan, aktivitas bisnis terhenti untuk atasi pandemi. “Harusnya dibayar mereka yang stay at home. Persoalan di sosial protection, khususnya lower middle income harus dikasih sosial security,” ujar dia.
Studi yang dilakukan, antara kebijakan fiskal dan moneteris, dalam kondisi saat ini menghasilkan kebijakan fiskal harus lebih dulu. “Pertanyaan selanjutkan, mana yang lebih dulu, investasi atau konsumsi? Konsumsi yang harus didorong lebih dulu,” ujar dia.
Hasil studi, konsumsi akan mendorong investasi, sebaliknya investasi belum tentu akan mendorong konsumsi. Untuk itu, kata Chatib, pemerintah harus menciptakan konsumsi. “What ever in take, missal dengan kebijakan fiskal dengan defisit 10%-12% dar GDP, “ ujar dia.
Makanya, Chatib mengusulkan agar pemerintah menambah bantuan tunai langsung. Tak hanya ke masyarakat miskin tapi juga golongan menengah bawah yang juga terpapar corona atau Covid-19. “Ini untuk mendorong konsumsi,” ujar Chatib.
Data penerima BLT yang belum sempurna, tak masalah dengan terus melakukan perbaikan. Kata Chatib, pemerintah bisa memanfaatkan data telekomunikasi para operator seluler untuk memetakan golongan menengah dan bawah yang membutuhkan batuan tunai langsung.
"Masyarakat kelas bawah jika dikasih uang akan belanja (spend). Kalau masyarakat kelas menengah atas dikasih uang, akan menabung. Dulu hemat pangkal kaya, sekarang belanja pangkal pemulihan ekonomi," tandas Chatib..
Makanya, saat insentif pajak atas dunia usaha yang penyerapannya rendah karena ekonomi yang lemah sehingga pebisnis tak memanfaatkannya, saran Chatib, ini bisa dialihkan untuk mendorong konsumsi.
Hitungan Chatib, saat ini jumlah golongan menengah ke bawah di Indonesia sekitar 115 juta orang atau 30 juta rumah tangga. Jika per rumah tangga mendapatkan Rp 1 juta per bulan, maka dana yang perlu disiapkan adalah Rp 30 triliun per bulan atau Rp 120 triliun untuk empat bulan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News