Reporter: Siti Masitoh | Editor: Yudho Winarto
Pelaksanaan Tax Amnesty yang pertama, tidak terbukti dapat meningkatkan penerimaan negara jangka panjang. Terbukti, pada periode 2018 sampai 2020, rasio pajak terus menurun hingga mencapai 8,3%.
Baca Juga: Realisasi penerimaan pajak tumbuh 9,5% pada Januari-Agustus 2021
Berarti ada yang tidak beres dengan tax amnesty. Tax amnesty yang berulang berpotensi besar menimbulkan ketidakadilan bagi para wajib pajak (WP).
Ketidakadilan ini akan sangat dirasakan oleh wajib pajak yang taat dan jujur dalam melaporkan aset kekayaan selama ini dan membayarkan pajaknya, sementara Tax Amnesty jelas-jelas memberikan ampunan bagi yang tidak patuh dan tidak jujur.
“Tax amnesty yang dilakukan berulang juga sangat berpotensi pada penurunan pajak, penurunan kesadaran melaporkan pajak, dan yang cenderung mengarah pada sikap meremehkan atau menyepelekan,” jelas Ecky.
Keempat, Fraksi PKS mengusulkan dan memperjuangkan kebijakan tentang omset / penghasilan Bruto wajib pajak pelaku UMKM yang tidak dikenakan pajak penghasilan final ditingkatkan hingga mencapai Rp 1 Miliar.
Di tengah kondisi pandemi, resesi dan ketidakpastian ekonomi global seperti saat ini, UMKM yang menjadi tulang punggung ekonomi nasional perlu mendapatkan insentif dan dukungan yang optimal.
Peningkatan penghasilan final yang tidak kena pajak tersebut dapat meringankan beban UMKM, sehingga diharapkan dapat mendorong perkembangan UMKM kedepannya.
Baca Juga: RUU KUP dianggap memberatkan usaha mikro kecil, asosiasi sodorkan 5 usulan
Kelima, Fraksi PKS mengajukan dan memperjuangkan Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) hingga Rp 8 juta dari semula sebesar Rp 4,5 juta.