CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.527.000   14.000   0,93%
  • USD/IDR 15.675   65,00   0,41%
  • IDX 7.287   43,33   0,60%
  • KOMPAS100 1.121   3,73   0,33%
  • LQ45 884   -2,86   -0,32%
  • ISSI 222   1,85   0,84%
  • IDX30 455   -2,30   -0,50%
  • IDXHIDIV20 549   -4,66   -0,84%
  • IDX80 128   0,06   0,05%
  • IDXV30 138   -1,30   -0,94%
  • IDXQ30 152   -0,90   -0,59%

Ini 4 Alasan Tenaga Kesehatan Menolak Pengesahan RUU Kesehatan


Selasa, 11 Juli 2023 / 13:40 WIB
Ini 4 Alasan Tenaga Kesehatan Menolak Pengesahan RUU Kesehatan
ILUSTRASI. Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) menolak pengesahan RUU Kesehatan.


Reporter: Lailatul Anisah | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Organisasi profesi kesehatan kembali melakukan aksi demo menolak pengesahan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kesehatan di Sidang Paripurna DPR RI, Selasa (11/7).

Ketua Umum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) Harif Fadhilah mengungkap empat alasan PPNI dan organisasi profesi lain menolak RUU kesehatan tersebut.

Pertama, pihaknya menganggap RUU Kesehatan ini dibuat seolah tergesa-gesa dan kurang transparan melibatkan stakeholder terkait termasuk organisasi profesi.

Bahkan hingga saat ini PPNI mengaku belum mendapatkan draft resmi RUU Kesehatan dari Kementerian Kesehatan maupun DPR.

"Sampai hari ini kami tidak mendapatkan akses terhadap draf RUU Kesehatan yang dibahas. Kenapa sampai demikian kami meminta akses? Karena kami tenaga kesehatan, khususnya perawat yang (jumlahnya) 60% dari seluruh jumlah nakes adalah stakeholder yang penting yang akan menjalankan UU itu bila sudah jadi," kata Harif pada media saat melakukan aksi demo di depan gedung DPR, Selasa (11/7).

Baca Juga: Organisasi Profesi Kesehatan Tolak Pengesahan RUU Kesehatan

Ia membenarkan telah diajak dalam sesi dengar pendapat yang diadakan Kementerian Kesehatan untuk membahas RUU Kesehatan. Namun tidak satupun masukan dari PPNI yang diakomodir dalam draft RUU Kesehatan.

Kedua, soal penghapusan mandatory spending atau anggara belanja kesehatan dalam RUU Kesehatan ini.

Ia khawatir dengan dihapusnya mandatory spending juga akan berdampak pada pemberian gaji hingga kompensasi terhadap tenaga medis. Hal ini mengingat sebagian besar dari nakes masih berstatus honor dan sukarelawan.

"Apa jadinya kalau mandatory spending dihilangkan? Saya kira akan semakin parah dan tidak mendapat kejelasan bagaimana mereka dibayar, sementara mereka sudah mengabdi puluhan tahun, belasan tahun kepada faskes milik pemerintah," jelas Harif.

Ketiga, dengan mengesahkan RUU Kesehatan ini sama dengan mencabut UU 38 Tahun 2014 tentang Sistem Keperawatan yang menyangkut pengembangan kapasitas perawat Indonesia yang sudah dikembangkan sejak lama.

"Ini berisi tentang bagaimana perawat berkembang, bagaimana kompetensinya, bagaimana dia praktik, dan bagaimana menjaga mutu dirinya. Ini dihilangkan, dicabut tanpa ada pasal pengganti yang spesifik bagi perawat," kata Hanif.

Terakhir, alasan PPNI menolak RUU Kesehatan karena memudahkan tenaga kesehatan asing beroperasi dalam negeri. Menurutnya hal ini akan mengancam lapangan kerja lulusan tenaga kesehatan untuk berkarir di dalam negeri.

"Kita lulusan perawat lebih dari 75.000 per tahun, mau kemana ini? Jangankan membuka peluang kerja, ini justru mengancam bagi keberadaan bagaimana ruang kerja perawat yang ada di dalam negeri," jelas Hanif.

Baca Juga: Jokowi Harapkan RUU Kesehatan Bisa Perbaiki Layanan Kesehatan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×