Reporter: Dendi Siswanto | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Laju inflasi yang melandai menjadi alasan Bank Indonesia (BI) untuk tidak perlu lagi mengerek suku bunga acuan.
Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo menyebut, BI meramal inflasi inti akan berada di bawah 4% pada semester pertama tahun ini, tepatnya akan berada sekitar 3,6%. Sementara inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) akan kembali ke bawah 4% pada semester kedua tahun ini.
"Sehingga tidak diperlukan lagi suatu kenaikan suku bunga karena pertimbangannya inflasi akan kembali ke target dan sebagai bagian dari sinergi mendukung pertumbuhan ekonomi," ujar Perry, Selasa (28/2).
Baca Juga: Rupiah prediksi Lanjut Melemah Pada Pekan Depan, Berikut Sentimennya
Badan Pusat Statistik (BPS) mengumumkan inflasi pada Februari turun secara bulanan. Laju inflasi bulan Februari berada di 0,16% month on month (MoM), dari bulan Januari 2023 yang sebesar 0,34% MoM.
Sementara itu, jika dilihat secara tahunan, laju inflasi meningkat menjadi 5,47% pada Februari dari dari 5,28% di bulan Januari 2023. Sedangkan secara tahun kalender yakni inflasi Februari 2023 terhadap Desember 2022 sebesar 0,50%.
Adapun selama Februari 2023, penyumbang inflasi secara bulanan terbesar adalah kelompok makanan, minuman dan tembakau. Selain itu terdapat kelompok pengeluaran yang mengalami deflasi dengan deflasi terdalam yakni pada kelompok transportasi.
Kemudian, komoditas penyumbang inflasi secara bulanan adalah beras, rokok kretek filter, bawang merah, cabai merah, dan rokok putih. Sementara itu, kelompok penyumbang deflasi secara bulanan terbesar oleh kelompok transportasi di antaranya tarif angkutan udara.
Baca Juga: Bos BI Yakin Rupiah Akan Terus Menguat
Sekadar mengingatkan, BI sudah menaikkan suku bunga acuan sebesar 225 basis poin (bps) sejak Agustus 2022 hingga Januari 2023. Adapun kenaikan suku bunga ini sudah memadai untuk menjangkar ekspektasi inflasi Indonesia.
Sementara dari sisi eksternal memang masih ada tekanan dari kenaikan suku bunga Federal Reserve alias Fed Funds Rate (FFR). Perrry memperkirakan, FFR masih akan naik hingga 5% pada tahun ini.
Bahkan dengan melihat kondisi terakhir, kenaikan FFR akan mencapai 5,25% dan akan bertahan hingga akhir tahun ini. Namun kenaikan tersebut tidak akan berdampak langsung terhadap perekonomian Indonesia dan nilai tukar rupiah.
"FFR tidak berdampak langsung ke ekonomi Indonesia terutama nilai tukar rupiah, lebih berpengaruh ke yield SBN," kata Perry.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News