Reporter: Martina Prianti | Editor: Tri Adi
JAKARTA. Pemerintah mengklaim tidak dapat berbuat apa-apa terkait terbitnya fatwa larangan merokok oleh Muhammadiyah. Menteri Agama Suryadharma Ali mengatakan, dari sisi hukum Islam, perbedaan pendapat para ulama merupakan hal yang biasa.
"Dari sisi Islam, perbedaan pendapat para ulama itu biasa, seperti hukum wudhu, kalau tertempel kulit antara yang bukan mukhrim ada yang mengatakan batal tapi ada yang mengatakan tidak batal," ucap Suryadharma sebelum mengikuti sidang kabinet terbatas di Istana Negara, Kamis (18/3). Kementerian Agama, kata Suryadharma, tidak memiliki usulan mengenai kebijakan apa yang sebaiknya dibuat pemerintah terkait larangan merokok.
"Kita harus arif melihat persoalan hukum. Menurut saya, hukum merokok itu tidak sekuat hukum zinah, minum miras, dan berjudi yang tiga hal itu untuk semua ulama tidak ada perbedaan pendapat," sambungnya. Jadi, kata Suryadharma, terbitnya fatwa larangan merokok tidak terlampau dikuatirkan. Pasalnya, "fatwa seperti apa pun jatuh pada keyakinan individu bukan pada kelompok," tegasnya.
Sementara itu, kalangan pelaku usaha industri rokok meminta pemerintah untuk segera menerbitkan aturan yang komprehensif terkait terbitkan fatwa larangan merokok oleh Muhammadiyah. Ketua Gabungan Pengusaha Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moeftie mengatakan, lambat atau cepat, fatwa larangan merokok itu akan berimplikasi terhadap penjualan rokok. Padahal, "Kita memproduksi dan menjual rokok itu sesuai permintaan," ucap Moeftie via telepon genggam, Rabu (17/3).
Meski demikian, Moeftie melanjutkan, pelaku usaha rokok dalam negeri amat menghormati fatwa yang dikeluarkan tersebut. Nah, untuk mengetahui seberapa besar dampaknya, pelaku usaha rokok bakal terus melakukan pemantauan terus mengenai penjualan rokok.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News