kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.541.000   21.000   1,38%
  • USD/IDR 15.880   50,00   0,31%
  • IDX 7.196   54,65   0,77%
  • KOMPAS100 1.104   9,46   0,86%
  • LQ45 877   10,80   1,25%
  • ISSI 221   0,74   0,34%
  • IDX30 449   6,10   1,38%
  • IDXHIDIV20 540   5,33   1,00%
  • IDX80 127   1,26   1,00%
  • IDXV30 135   0,57   0,43%
  • IDXQ30 149   1,56   1,06%

Indonesia seharusnya tiru Malaysia soal devisa hasil ekspor (DHE)


Kamis, 02 Agustus 2018 / 22:11 WIB
Indonesia seharusnya tiru Malaysia soal devisa hasil ekspor (DHE)
ILUSTRASI. Ekonom Samuel Sekuritas Lana Soelistianingsih


Reporter: Ghina Ghaliya Quddus | Editor: Yudho Winarto

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Presiden Joko Widodo (Jokowi) meminta agar devisa hasil ekspor (DHE) dibawa ke dalam negeri dan dikonversi ke rupiah. Tujuannya untuk memperkuat nilai tukar rupiah dan memperkecil defisit transaksi berjalan (current account deficit/CAD).

Berdasarkan data BI, devisa hasil ekspor yang dikonversi ke rupiah jumlahnya hanya kecil. BI mencatat, valas hasil ekspor yang dikonversi ke rupiah hanya sebesar 15% dari total valas hasil ekspor yang tercatat kembali ke Indonesia per April 2018.

Ekonom Samuel Asset Management Lana Soelistianingsih mengatakan, kebijakan di Indonesia seharusnya bisa meniru negara tetangga, contohnya Malaysia yang wajibkan 75% itu dikonversi ke ringgit.

“Kita bisa saja ikut Malaysia. Justru idealnya 100% konversi ke rupiah. Jangan (bebas) gitu. Sebab, eksportir juga gunakan bahan-bahan dari tanah air. Dan itu bukan hot money,” kata Lana kepada Kontan.co.id, Kamis (2/8).

Ia mengatakan, dengan demikian seharusnya ada kebijakan yang membuat DHE masuknya cepat tetapi keluarnya diperlambat. “Ini domain Bank Indonesia (BI). Mungkin dengan Kementerian Perdagangan juga,” ucapnya.

Meski demikian, Lana mengatakan bahwa dilemanya adalah tak jarang eksportir juga merupakan importir, Adapun, kesulitannya adalah nilai tukar rupiah terlalu berfluktuasi sehingga orang cenderung akan pilih aset yang lebih stabil, terlebih untuk kegiatan usaha.

Oleh karena itu, untuk sementara, agar mereka mau, harus ada iming-imingnya dari BI. “Kalau saat mereka perlu dollar pastikan dollarnya ada. Misal dia punya dollar masuk, dikonversi ke rupiah, 7 hari lagi dia butuh dollar, semacam dia beli hedging. Biaya hedging bisa disepakati. OJK kan juga mencabut margin hedging yang 10% supaya cost-nya murah,” kata Lana.

Swap rate menarik bisa juga. Jadi dia mau diirupiahkan, karena kalau simpan valas dan tidak dilapor dan dikonversi tidak jadi cadev,” lanjutnya,

Adapun dia mengatakan, perbankan jangan kemudian ambil untung dalam hal ini. “Jangan dianggap ini fee based income dan kesempatan,” ucapnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
Working with GenAI : Promising Use Cases HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective

[X]
×