kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45919,51   10,20   1.12%
  • EMAS1.350.000 0,00%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indonesia minta APEC lebih pro ke UKM


Minggu, 09 November 2014 / 00:25 WIB
Indonesia minta APEC lebih pro ke UKM
ILUSTRASI. Cermati Saham-Saham yang Banyak Dijual Asing Saat IHSG Melemah, Kamis (25/5)


Reporter: Handoyo | Editor: Yudho Winarto

JAKARTA. Organisasi Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (Asia-Pacific Economic Cooperation/APEC) didesak sejumlah negara anggotanya untuk mempercepat liberalisasi perdagangan di kawasan Asia-Pasifik. 

Meski demikian, sikap Indonesia agar APEC berpihak pada rakyat, usaha kecil dan menengah (UKM), dan permasalahan kemiskinan di kawasan Asia Pasifik. 

Menteri Perdagangan Rachmat Gobel dalam Pertemuan Tahunan Tingkat Menteri APEC (APEC Ministerial Meeting/AMM) yang berlangsung pada 7-8 November 2014 di China National Convention Center, Beijing, Republik Rakyat Tiongkok (RRT).

Mendag meminta agar APEC lebih berpihak pada rakyat (people-centred), lebih membuka jalan bagi pelaku UKM, serta mengatasi permasalahan kemiskinan yang masih terjadi di kawasan Asia-Pasifik.

"Indonesia siap bekerja sama dengan mitra-mitra luar negeri sepanjang memberikan keuntungan timbal balik yang seimbang. APEC harus lebih memajukan kepentingan pembangunan negara berkembang dan ekspor kelompok usaha yang terpinggirkan,” ujar Rachmat, dalam siaran persnya, Sabtu (8/11). 

Rachmat mengawali rangkaian pertemuan AMM dan AELW 2014. Pada sidang AMM ini disiapkan substansi yang akan disepakati para Pemimpin APEC pada Pertemuan ke-22 Para Pemimpin APEC (APEC Economic Leaders’ Week/AELW) yang akan berlangsung pada 10-11 November 2014 yang akan dihadiri oleh Presiden RI Joko Widodo.

Pada AMM ini, Indonesia terus mendorong kemajuan proposal-proposal yang kental unsur pembangunannya. Salah satunya adalah proposal yang diperjuangkan sejak akhir 2013, yaitu terkait perdagangan atas produk-produk yang berkontribusi bagi pembangunan berkelanjutan dan inklusif, serta pembangunan pedesaan dan pengentasan kemiskinan. 

Melalui proposal tersebut, Indonesia meminta lembaga riset APEC, Policy Support Unit (PSU), untuk memilih sejumlah Produk Pembangunan (Development Products) yang berdampak paling besar terhadap peningkatan pendapatan masyarakat miskin, petani, serta usaha kecil dan menengah (UKM), khususnya di pedesaan. 

PSU mengkaji 157 produk (6 HS digit) yang dinominasikan anggota APEC, 15 di antaranya dari Indonesia, yaitu sawit, karet, rotan, produk kayu, dan ikan.

Perundingan atas Produk Pembangunan perlu diperjuangkan Indonesia di tengah gencarnya guliran gagasan Free Trade Area of the Asia Pacific (FTAAP) yang didorong tuan rumah RRT. 

Cita-cita pembentukan FTAAP itu sendiri telah disepakati para Pemimpin Ekonomi APEC sejak 2006, yang seruannya selalu diulangi hampir setiap tahun setelahnya. 

FTAAP dirancang sebagai bangunan regional jangka panjang yang mengkonsolidasikan berbagai FTA yang ada, termasuk Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yang dimotori ASEAN dan Trans-Pacific Partnership(TPP) yang dimotori Amerika Serikat.

Terhadap masalah ini, Direktur Jenderal Kerja Sama Perdagangan Internasional Bachrul Chairi ikut angkat bicara. “Sesuai hasil kesepakatan di Beijing, konsep APEC bagi perwujudan FTAAP kini telah sesuai dengan keinginan Indonesia yaitu diwujudkan secara bertahap, dilakukan di luar proses APEC, serta kental memiliki dimensi pembangunan. Tugas APEC hanyalah menjadi inkubator dan memberikan masukan intelektual terhadap substansi FTAAP,” kata Bachrul.

Rincian mengenai bentuk dan jangka waktu menuju perwujudan FTAAP harus menunggu hasil kajian bersama (Collective Strategic Study) yang dilakukan Ekonomi APEC dengan mempertimbangkan hasil-hasil studi lembaga think-tank. “Indonesia menjadi anggota Gugus Tugas Pengkaji guna memastikan bahwa seluruh kepentingan nasional terwakili di dalam proses kajian,” tambah Bachrul.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×