Reporter: Siti Masitoh | Editor: Noverius Laoli
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Eksekutif Direktur Eksekutif (CORE) Indonesia, Mohammad Faisal, memiliki catatan penting terkait perjanjian perdagangan Indonesia dengan China dalam menggunakan transaksi Local Currency Settlement (LCS) atau mata uang lokal.
Dia mengatakan, penggunaan transaksi dengan LCS hanya akan efektif jika biaya transaksi pertukaran antara satu mata uang lokal ke mata uang lainnya cukup rendah.
Sebab, Faisal bilang, jika tidak akan sangat sulit untuk menggantikan praktik penggunaan mata uang dolar AS. Untuk itu hal ini membutuhkan pengaturan pasar pertukaran langsung antara berbagai mata uang utama serta memastikan ada likuiditas dan omset yang cukup.
Selain itu, di tataran makro, Faisal mengatakan, perlu adanya upaya untuk membuat mata uang rupiah lebih menarik untuk digunakan dalam kerjasama LCS. Untuk itu diperlukan mengurangi risiko volatilitas nilai tukar rupiah.
Baca Juga: Apindo sebut pembiayaan LCS lebih simpel dibandingkan USD
“Selain harus ada peningkatan kredibilitas dan kepercayaan terhadap rupiah dengan didukung oleh kebijakan ekonomi makro yang tepat,” kata Faisal dalam diskusi virtual, Kamis (5/8).
Faisal menyebut, jika settlement ini dilakukan maka integrasi ekonomi antara China dan Indonesia melalui perdagangan dan investasi akan semakin dalam. Akan tetapi, Indonesia perlu mengantisipasi kinerja ekonomi dan perdagangan yang berpotensi akan semakin bergantung pada perekonomian Tiongkok.
Lebih lanjut, Faisal mencontohkan, misalnya China mengalami krisis keuangan, jika LCS sudah diberlakukan maka akan cepat menyebar dengan ke Indonesia.
Faisal mengatakan, kekhawatiran yang sama pernah terjadi saat antara China dengan Korea dan negara ASEAN+3 ingin melakukan LCS. Untuk itu, perlu memperkuat upaya mitigasi risiko dalam menjaga stabilitas ekonomi.
Baca Juga: Setelah dengan Malaysia, BI perkuat kerangka kerja sama LCS dengan Kemenkeu Jepang