kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.179   21,00   0,13%
  • IDX 7.071   87,46   1,25%
  • KOMPAS100 1.057   17,05   1,64%
  • LQ45 831   14,47   1,77%
  • ISSI 214   1,62   0,76%
  • IDX30 424   7,96   1,91%
  • IDXHIDIV20 511   8,82   1,76%
  • IDX80 121   1,93   1,63%
  • IDXV30 125   0,91   0,73%
  • IDXQ30 141   2,27   1,63%

Indonesia berpotensi kehilangan surplus perdagangan dengan Pakistan


Senin, 11 Februari 2019 / 16:11 WIB
Indonesia berpotensi kehilangan surplus perdagangan dengan Pakistan


Reporter: Abdul Basith | Editor: Noverius Laoli

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keputusan DPR menunda ratifikasi protokol perubahan Perjanjian Perdagangan Preferensial Indonesia Pakistan (IP-PTA) dinilai akan merugikan ekspor Indonesia. Indonesia berpotensi kehilangan surplus perdagangan dengan Pakistan. 

Kementerian Perdagangan (Kemdag) mengingatkan hal tersebut kepada DPR untuk mempertimbangkan kembali keputusan mereka menunda ratifikasi perjanjian dagang tersebut. 

"Potensi kerugian jika tidak meratifikasi, Indonesia berpotensi kehilangan surplus neraca perdagangan dengan Pakistan," ujar Menteri Perdagangan (Mendag) Enggartiasto Lukita saat rapat dengan Komisi VI DPR, Senin (11/2).

Enggar mengatakan, surplus perdagangan Indonesia ke Pakistan cukup signifikan. Pada tahun 2017 Indonesia mengalami surplus perdagangan sebesar US$ 2,15 miliar.

Selain itu, Pakistan pun memiliki potensi perluasan akses pasar Indonesia ke Asia Selatan dan Asia Tengah. Perjanjian dagang antara Indonesia dengan Pakistan juga menjaga produk minyak sawit Indonesia.

Pesaing Indonesia dalam ekspor minyak sawit yaitu Malaysia telah membuat perjanjian kerja sama ekonomi komperhensif (CEPA) dengan Pakistan.

Saat ini minyak sawit Indonesia dengan Malaysia masih mendapatkan tarif preferensi yang sama sebesar 6,42%. Namun gagalnya ratifikasi dapat mengubah kesepakatan tersebut.

Salah satu yang menunda ratifikasi tersebut adalah penghapusan bea masuk etanol dari Pakistan. Penghapusan tersebut dinilai akan meningkatkan peredaran minuman beralkohol (Minol) serta membunuh industri dalam negeri.

Enggar memastikan penghapusan bea masuk etanol tidak akan membuat etanol bebas masuk. "Pengaturannya dengan beberapa syarat, kita masih berlakukan persyaratan seperti rekomendasi dan impor cukai alkohol tetap 150%," terang Enggar.

Selain itu, Enggar bilang impor etanol tersebut untuk kebutuhan industri sabun, kosmetik, dan obat. Produksi etanol Indonesia pun belum mencukupi kebutuhan produksi sehingga memerlukan impor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×