Reporter: Bidara Pink | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Setelah keluar dari kebijakan nol Covid-19 dan membuka kembali perekonomian, China nampaknya belum bisa menunjukkan taringnya.
Perekonomian China justru menunjukkan perlambatan. Beberapa tandanya, inflasi yang lemah dan kinerja industri manufaktur yang berada di zona kontraksi atau indeks di bawah 50.
Biro Statistik Nasional China mencatat, inflasi Indeks Harga Konsumen (IHK) China pada April 2023 sebesar 0,1% yoy, atau terendah sejak Februari 2021.
Tingkat inflasi ini melandai dari bulan Maret 2023 yang sebesar 0,7% yoy.
Baca Juga: Perlambatan Ekonomi China, Lampu Merah untuk Indonesia
Sementara PMI Manufaktur China pada April 2023 jatuh ke 49,2 pada April 2023, atau menurun dari 51,6 pada Maret 2023.
Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede mengingatkan, perlambatan ekonomi China ini akan membawa dampak negatif bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
"Bila terjadi perlambatan pertumbuhan ekonomi China, maka perekonomian dan perdagangan Indonesia pun berpotensi turun," terang Josua kepada Kontan.co.id, Selasa (16/5).
Josua menjelaskan, ini karena eratnya hubungan perekonomian Indonesia dengan Negara Tirai Bambu.
Contohnya, dalam hal perdagangan. China merupakan negara mitra dagang terbesar Indonesia.
Pada tahun 2022, nilai ekspor Indonesia ke China mencakup 22,6% dari total ekspor Inodnesia. Pun nilai impor Indonesia dari China mencakup 28,5% dari total impor.
Baca Juga: Indonesia Kecipratan Berkah Pembukaan Kembali Ekonomi China, Ini Buktinya
Josua juga menghitung, korelasi pertumbuhan ekonomi China dengan pertumbuhan ekonomi Indonesia kini juga merupakan yang tertinggi dalam 15 tahun terakhir.
"Ini dibandingkan dengan mitra dagang utama lainnya, seperti Amerika Serikat (AS) dan Jepang," tambah Josua.
Namun, di luar kondisi ini, Josua tetap memandang positif pembukaan kembali ekonomi China berpeluang turut mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News