kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45926,16   -5,20   -0.56%
  • EMAS1.319.000 -0,08%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Naik 1 Poin


Rabu, 26 Januari 2022 / 17:12 WIB
Indeks Persepsi Korupsi Indonesia Naik 1 Poin
ILUSTRASI. Transparency International merilis Indeks Persepsi Korupsi (CPI) 2021, Rabu (26/1). Indeks Persepsi Korupsi Indonesia naik 1 poin di Tahun Lalu.


Reporter: Khomarul Hidayat | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Transparency International merilis Indeks Persepsi Korupsi (CPI) 2021, Rabu (26/1). Dari indeks yang dirilis tersebut menunjukkan bahwa tingkat korupsi masih mengalami stagnasi di seluruh dunia, dengan 86% negara hanya membuat sedikit atau tidak ada kemajuan dalam 10 tahun terakhir.

Indonesia sejak pertama kali CPI diluncurkan tahun 1995 selalu menjadi negara yang senantiasa diteliti. “CPI Indonesia tahun 2021 berada di skor 38/100 dan berada di peringkat 96 dari 180 negara yang disurvei. Skor ini naik 1 poin dari tahun 2020 lalu yang berada pada skor 37/100,” kata Wawan Suyatmiko, Deputi Transparency International Indonesia dalam keterangan tertulis, Rabu (26/1).

Transparency International menemukan negara-negara yang mengabaikan hak kebebasan sipil secara konsisten mendapat skor lebih rendah pada CPI 2021. Ketika hak dan kebebasan ini terkikis dan kualitas demokrasi menjadi menurun, maka otoritarianisme datang menggantikannya, sehingga berkontribusi pada tingkat korupsi yang lebih tinggi. 

Delia Ferreira Rubio, Ketua Transparency International mengatakan, dalam memerangi korupsi, penghormatan terhadap hak asasi manusia tidak hanya bagus untuk dimiliki tetapi sudah menjadi kewajiban. Pendekatan otoritarian terbukti menghancurkan keseimbangan kekuasaan dan membuat upaya antikorupsi bergantung hanya pada kepentingan elite.

"Memastikan orang dapat berbicara dengan bebas dan bekerja secara kolektif untuk meminta pertanggungjawaban pada penguasa adalah satu-satunya jalan berkelanjutan menuju masyarakat bebas korupsi,” sebut Delia dalam laporannya.

Baca Juga: KPK Sebut NFT Berpotensi Menjadi Aset TPPU

CPI 2021 bersumber pada 13 survei global dan penilaian ahli serta para pelaku usaha terkemuka untuk mengukur korupsi di sektor publik di 180 negara dan teritori. Penilaian CPI didasarkan pada skor. Skor dari 0 berarti sangat korup dan 100 sangat bersih.

Lebih dari dua pertiga negara yang disurvei berada di bawah skor 50 dengan skor rata-rata global 43. Secara global, rerata ini stagnan dalam jangka waktu sepanjang enam tahun terakhir. 

Sedangkan di Asia Pasifik rerata skor CPI berada di angka 45, rerata ini stagnan dengan tahun lalu. Stagnasi rerata skor CPI ini dengan jelas mengungkapkan bahwa terjadi kemerosotan dalam upaya pemberantasan korupsi oleh sebagian besar negara, bahkan dalam situasi pandemi sekalipun.

Danang Widoyoko, Sekretaris Jenderal Transparency International Indonesia mengatakan, ketika upaya antikorupsi memburuk dan bahkan terhenti, pada saat yang bersamaan, hak asasi manusia dan demokrasi menjadi terancam.

"Ini bukan kebetulan. Pemanfaatan situasi pandemi Covid-19 yang berkelanjutan pemerintah untuk mengikis hak asasi manusia dan demokrasi juga dapat menyebabkan penurunan kualitas upaya antikorupsi yang lebih tajam di seluruh dunia di masa depan,” kata Danang.

Tahun 2022 ini bertepatan dengan peluncuran CPI 2021 situasi dunia masih diliputi oleh pandemi Covid-19. Semua negara tidak terkecuali menghadapi krisis multidimensi, yakni krisis kesehatan, ekonomi dan demokrasi secara serentak.

Sejumlah kajian Transparency International menyatakan bahwa korupsi yang merusak pelayanan publik juga berpotensi sepanjang penanganan Covid-19 dan menihilkan partisipasi warga dalam pengambilan kebijakan. Bahkan menuju kecenderungan untuk melanggar hak asasi manusia.

Indeks Korupsi Indonesia

Menurut Deputi Transparency International Indonesia, Wawan Suyatmiko, skor CPI 2021 Indonesia yang mengalami kenaikan satu poin ditunjang beberapa faktor. Antara lain kenaikan signifikan pada faktor risiko korupsi yang dihadapi oleh pelaku usaha pada sektor ekonomi seperti penyuapan pada area ekspor-impor, kelengkapan penunjang, pembayaran pajak, serta kontrak dan perizinan. Hal ini nampak dari kenaikan tiga indikator ekonomi. 

Namun demikian tiga indikator yang mengalami stagnasi dan tiga indikator yang justru mengalami penurunan memperkuat bahwa korupsi politik dan penegakan hukum masih belum ada perbaikan yang signifikan.

Sejumlah penanganan perkara korupsi besar seperti dalam kasus eks Menteri Sosial dan eks Menteri KKP pada awal tahun 2021 lalu hingga penangkapan Wakil Ketua DPR RI pada pertengahan tahun 2021 lalu turut mewarnai dinamika penegakan hukum antikorupsi. Termasuk diantaranya penanganan skandal korupsi Jiwasraya dan Asabri. 

Juga sejumlah capaian yang telah dikukan oleh Satgas BLBI yang telah berupaya melakukan penyitaan aset dari para obligor/debitur prioritas. 

Menurut Danang, upaya penanganan sejumlah skandal kasus korupsi besar sepanjang masa pandemi memberikan kontribusi pada kenaikan CPI Indonesia tahun 2021. Namun yang penting diperhatikan pemerintah dan segenap pemangku kepentingan tentu saja tetap fokus pada upaya penegakan hukum yang lebih transparan dan akuntabel, terkait pengembalian aset akibat tindak pidana korupsi.

"Di sisi lain memberikan dan menjamin ruang aspirasi dan kebebasan sipil bagi setiap pengambilan keputusan menjadi salah satu penanda bahwa Indonesia adalah dengan demokrasi dan menjunjung hak asasi manusia,” ujar Danang.

Baca Juga: Masih mendesak diselesaikan, Jokowi minta pemberantasan korupsi tak berpuas diri

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Supply Chain Management on Sales and Operations Planning (S&OP)

[X]
×