Reporter: Venny Suryanto | Editor: Syamsul Azhar
KONTAN.CO.ID - Ekonom mengingatkan adanya risiko hyper inflasi dengan adanya kebijakan moneter longgar yang dilakukan oleh bank sentral dalam menghadapi krisis ekonomi akibat wabah virus corona Covid-19.
Salah satu kebikana moneter longgar yang berisiko mendongkrak inflasi adalah diperbolehkanya Bank Indonesia untuk membeli surat utang yang diterbitkan oleh pemerintah atau Surat Berharga Negara (SBN) di pasar perdana atau pasar primer.
"Di situlah kita terjebak, kemudian pemerintah mendorong BI melakukan Quantitative Easing (QE) sesuai Perppu membeli langsung ke pasar primer, maka akan terjadi hyper inflasi," tegas Ekonom INDEF, Bhima Yudhistira, Rabu (6/5) saat konfrensi pers bertema Pandemi Berujung Resesi.
Memang, Bhima melihat saat ini laju inflasi di Indonesia masih cukup rendah. Tapi kondisi ini bisa berbalik arah menjadi inflasi tinggi karena di dorong oleh inflasi harga pangan.
"Pada triwulan II-2020 kita akan (menghadapi berisiko) krisis pangan, dan gangguan distribusi dan logistik. Artinya inflasi yang didorong oleh bahan pangan yang tinggi," kata Bhima.
Meskipun demikian dalam situasi krisis pandemi virus corona Covid-19 seperti ini, siapapun tak akan bisa memprediksi bagaimana situasi ke depannya seperti apa. "Seperti proyeksi pertumbuhan ekonomi kuartal 1-2020 yang juga meleset dari target yakni 4,5% realisasi hanya 2,97% saja," katanya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News