CLOSE [X]
kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.386.000   -14.000   -1,00%
  • USD/IDR 16.295
  • IDX 7.288   47,89   0,66%
  • KOMPAS100 1.141   4,85   0,43%
  • LQ45 920   4,23   0,46%
  • ISSI 218   1,27   0,58%
  • IDX30 460   1,81   0,40%
  • IDXHIDIV20 553   3,30   0,60%
  • IDX80 128   0,57   0,44%
  • IDXV30 130   1,52   1,18%
  • IDXQ30 155   0,78   0,50%

Indef: Belanja Pemerintah Pusat dan Daerah yang Lambat, Bikin Ekonomi Tak Maksimal


Rabu, 06 Desember 2023 / 15:11 WIB
Indef: Belanja Pemerintah Pusat dan Daerah yang Lambat, Bikin Ekonomi Tak Maksimal
ILUSTRASI. Kawasan bisnis dan perkantoran di Jakarta, Jumat (20/120/2023). /pho KONTAN/Carolus Agus Waluyo/21/10/2023.


Reporter: Siti Masitoh | Editor: Tendi Mahadi

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Pola belanja pemerintah baik pusat maupun daerah yang lambat dan cenderung dipercepat pada akhir tahun dinilai menjadi salah satu penghambat pertumbuhan ekonomi.

Wakil Direktur Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Eko Listiyanto menyampaikan, ruang defisit APBN masih harus terus dioptimalkan melalui peningkatan pendapatan dan belanja negara selama periode kuartal IV 2023.

“Kondisi defisit tahun ini memang tidak lebar tetapi setidaknya ruang defisit memberikan kesempatan kepada pemerintah untuk melakukan upaya stimulus ketika ekonomi global cenderung turun,” tutur Eko dalam agenda Seminar Proyeksi Ekonomi Indonesia 2024, Tantangan Pelik Ekonomi di Tahun Pemilu, Rabu (6/12).

Untuk diketahui, defisit APBN terjadi lantaran realisasi anggaran belanja pemerintah lebih besar jika dibandingkan dengan pendapatan negara yang diterima.

Baca Juga: RI Bidik Ekonomi Digital Capai US$ 800 Miliar pada Tahun 2030

Eko menyampaikan, defisit APBN diperlukan, akan tetapi ketika terjadi defisit nyatanya tidak mampu dieksekusi dengan baik atau oleh pemerintah.

Salah satu penyebabnya, kata Eko adalah realisasi belanja pusat maupun daerah tidak terakselerasi secara optimal, sehingga menyebabkan realisasi pertumbuhan ekonomi berada di bawah target pemerintah.

Untuk diketahui, pada Oktober lalu APBN TA 2023 sudah mengalami defisit Rp 700 miliar atau sebesar 0,003% dari produk domestik bruto (PDB).

Realisasi pendapatan negara yang terdiri dari pajak, bea dan cukai, serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP) telah mencapai Rp 2.240,1 triliun per Oktober 2023, atau mencapai 90,9% dari target. Pendapatan negara ini juga tumbuh 2,8% jika dibandingkan periode sama tahun lalu.

Sementara itu, belanja negara baru tercatat Rp 2.240,8 triliun atau 73,2% dari pagu. Belanja negara ini mengalami kontraksi 4,7% jika dibandingkan periode sama tahun lalu.

Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Diproyeksi Turun Jadi 4,8% Pada 2024, Ini Penyebabnya

Dari realisasi tersebut tercermin, pola belanja pemerintah pusat masih belum optimal.

Dalam bahan paparan yang disampaikan Eko menyebutkan, untuk dapat mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia 2023 agar mampu tumbuh di atas 5%, seperti tahun sebelumnya, pemerintah perlu mendorong peranannya melalui sisi fiskal dengan optimalisasi pengeluaran pemerintah.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU

[X]
×