Reporter: Herlina KD | Editor: Edy Can
NUSA DUA. Defisit transaksi berjalan tahun ini lebih besar dari perkiraan semula akibat impor bahan bakar minyak (BBM). Gubernur Bank Indonesia Darmin Nasution meramalkan, defisit transaksi berjalan pada akhir tahun bisa mencapai sekitar 2,2%. Angka ini lebih tinggi dari perkiraan semula yang sebesar 2%.
Karena itu, Darmin berharap pemerintah segera menyesuaikan harga BBM subsidi. "Kalau terlalu lama, nanti terlalu banyak yang harus dikejar, dan dibutuhkan kebijakan yang eksesif," ungkapnya, Kamis (6/12).
Selain impor BBM, Darmin menerangkan, defisit transaksi berjalan melebar karena ekspor melemah sementara impor menguat. Dia mengatakan, ketergantungan terhadap impor masih besar karena pertumbuhan ekonomi masih cukup tinggi sementara Indonesia belum bisa memproduksi barang modal dan bahan baku penolong.
Direktur Eksekutif/Kepala Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter Bank Indonesia Perry Warjiyo masih optimis defisit transaksi berjalan sampai akhir tahun masih lebih kecil ketimbang defisit transaksi berjalan pada kuartal III 2012 yang sebesar 2,4% dari PDB. Dia memperkirakan defisit neraca transaksi berjalan hanya akan turun jadi sekitar 2,3% dari PDB.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Bambang Brodjonegoro mengakui tingginya impor barang modal berupa pesawat dan impor BBM membuat defisit transaksi berjalan melebar. Ia berharap, tingginya impor di Oktober ini tidak akan berlanjut pada dua bulan terakhir di tahun ini. Sehingga, "Kami akan jaga target defisit neraca transaksi berjalan di bawah 3% dari PDB. Jangan sampai lewat dari 3% PDB," jelasnya.
Jika defisit transaksi berjalan melebihi 3% dari PDB, Bambang menyatakan daya tahan ekonomi Indonesia bakal terganggu. Nah, untuk menjaga defisit agar tak melebar, ia bilang nilai tukar rupiah harus dijaga pada level yang pas sehingga bisa sedikit mengerem laju impor. Selain itu, Bambang menyatakan perlu upaya serius membatasi pemakaian BBM bersubsidi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News