Reporter: Herlina KD | Editor: Cipta Wahyana
JAKARTA. Tingginya konsumsi BBM subsidi dalam negeri berdampak terhadap defisit anggaran pemerintah. Kementerian Keuangan (Kemkeu) memperkirakan, realisasi defisit anggaran APBN-P 2012 bakal meningkat.
Menteri Keuangan Agus Martowardojo mengatakan, dengan hitungan subsidi BBM saat ini, realisasi defisit anggaran bisa melebihi 2,3% dari PDB. "Mungkin ada di kisaran 2,3% hingga 2,4%. Subsidi BBM sendiri akan bisa melewati Rp 200 triliun," katanya.
Menurut Agus, untuk tahun ini, pemerintah hanya akan membayar konsumsi BBM bersubsidi dengan kuota 44,04 juta kilo liter. Nah, kalau ada tambahan di atas kuota tersebut, pemerintah akan membayar setelah ada audit dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Sehingga, penyediaan anggarannya akan dilakukan pada APBNP 2013.
Meski begitu, Agus mengatakan, secara umum pemerintah tetap masih bisa mengatasi dampak fiskal akibat lonjakan konsumsi BBM bersubsidi ini.
Soal BBM subsidi ini, Agus mengungkapkan, September 2012 lalu, pemerintah dan DPR telah sepakat untuk menambah kuota BBM bersubsidi tahun ini dari 40 juta kilo liter menjadi 44,04 juta kilo liter. Namun, untuk menjaga defisit di kisaran 2,3% dari PDB, pemerintah berharap konsumsi BBM subsidi tetap bisa dikendalikan sebanyak 43,5 juta kilo liter.
Nah, kenyataannya, kebutuhan konsumsi BBM bersubsidi cukup tinggi dan tak bisa dikendalikan. Sehingga, kuota BBM bersubsidi tahun ini sebesar 44,04 juta kilo liter sangat mungkin akan terpakai seluruhnya. Bahkan, pemerintah telah mengajukan tambahan kuota BBM subsidi sebesar 1,2 juta kilo liter.
Pelaksana tugas (Plt) Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF), Bambang Brodjonegoro mengatakan, dengan asumsi konsumsi BBM bersubsidi mencapai 43,5 juta kilo liter, total subsidi tahun 2012 menjadi Rp 216,774 triliun. Dengan kuota BBM subsidi tahun ini sebesar 44,04 juta kilo liter, bujet subsidi BBM menjadi Rp 219,481 triliun.
Sementara Ekonom Samuel Sekuritas, Lana Soelistyaningsih mengatakan, kondisi saat ini membuat impor BBM juga akan meningkat. Dampaknya, defisit neraca perdagangan akan kembali melebar.
Karena itu, Lana mengkritik rencana penambahan subsidi BBM. Menurutnya yang perlu dilakukan adalah manajemen konsumsi BBM bersubsidi harus dibenahi. Sebab, perbedaan harga dengan non subsidi membuat tingkat penyelundupan BBM cukup tinggi. "Penambahan subsidi tidak mendidik dan tidak tepat sasaran," tandasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News