kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 2.296.000   12.000   0,53%
  • USD/IDR 16.625   22,00   0,13%
  • IDX 8.166   -3,25   -0,04%
  • KOMPAS100 1.116   1,38   0,12%
  • LQ45 785   -0,49   -0,06%
  • ISSI 290   2,10   0,73%
  • IDX30 411   -1,02   -0,25%
  • IDXHIDIV20 464   1,23   0,27%
  • IDX80 123   0,22   0,18%
  • IDXV30 133   0,73   0,55%
  • IDXQ30 129   0,06   0,05%

ICW nilai KPK lamban usut korupsi dana haji


Kamis, 09 Februari 2012 / 16:00 WIB
ICW nilai KPK lamban usut korupsi dana haji
ILUSTRASI. Jadwal dan link streaming Final PMCO ID Spring Split 2021 20-21 Februari 2021


Reporter: Dea Chadiza Syafina | Editor: Test Test

JAKARTA. Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) lamban dalam mengusut adanya temuan indikasi korupsi dalam penyelenggaraan ibadah haji di Indonesia. Setiap tahun, ICW selalu menyampaikan temuan tersebut kepada KPK, namun tak pernah digubris.

Keterangan tersebut disampaikan oleh Koordinator Divisi Korupsi Politik ICW, Ade Irawan, usai rapat dengar pendapat dengan Komisi VIII DPR di Gedung DPR, Kamis (9/2).

Dalam rapat dengar pendapat ini, pihak ICW meminta agar penyelenggaraan haji memiliki badan yang independen. Pasalnya, selama ini penyelenggaraan ibadah haji dinilai merupakan monopoli Kementerian Agama. "Semua pengeloaan dimonopoli Kementerian Agama yang membuat kebijakan, menjadi pelaksana dan melakukan evaluator. Ini jelas bukan mekanisme pengelolaan yang benar," jelas Ade.

Kedua, ICW juga mengusulkan adanya perbaikan penyelenggaraan atau tata kelola. Mulai dari pengelolaan dana setoran awal, penyusunan biaya penyelenggara ibadah haji (BPIH), proses pengadaan-pengadaan, termasuk pengelolaan dana abadi umat. ICW meminta tata kelola tersebut harus diperbaiki secara keseluruhan, termasuk mekanisme partisipasi dan akuntabilitas pengelolaan dana tersebut.

Selanjutnya, ICW juga menilai perlu adanya pengawasan yang independen. Menurut Ade, meski telah dibentuk Komisi Pengawas Haji Indonesia (KPHI), namun realitasnya komisi ini juga diisi oleh orang-orang dari Kementerian Agama. Karena itu, menurut Ade, perlu adanya pembenahan pengawasan.

Terakhir, ICW dalam rapat dengar pendapat ini meminta adanya standar pelayanan minimal dalam penyelenggaraan ibadah haji.

Standar pelayanan ini diperlukan agar tidak ada manipulasi kepada para jamaah haji dalam hal pelayanan sehingga jamaah tidak mengalami kejadian buruk seperti kesulitan mendapat makanan karena katering terlambat, mengalami transportasi yang buruk. "Harus dibedakan, cobaan dari Allah dan cobaan dari Kementerian Agama. Kalau cobaan dari Allah bisa membuat haji mabrur, tapi kalau cobaan dari Kementerian Agama belum tentu bisa membuat haji mabrur karena tidak ada pahalanya. Ini lebih karena pelayanan Kementerian Agama yang buruk," tandasnya.

Ade menuturkan, seperti aturan untuk pembukaan kuota haji setiap tahun. Untuk mendapatkan kursi, calon jamaah harus memberikan setoran awal sebesar Rp 25 juta, dan kini telah ada antriannya calon jamaah mencapai 20 juta jamaah. Total dana setoran awal pelaksanaan ibadah haji ini setidaknya mencapai Rp 500 miliar.

Menurutnya, dana tersebut luar biasa besar. Selama ini uang tersebut ditaruh di bank. “Tapi pemilihan bank untuk simpan dana ini juga harus melalui pemikiran yang penting. Belum lagi jumlah bunga bank dan penggunaan bunga dari dana tersebut untuk kegiatan apa. Ini yang masih belum jelas," sambung Ade.

Selama ini, lanjut Ade, berdasarkan beberapa temuan media, bunga bank hasil dana setoran awal diagunkan dan digunakan untuk kepentingan pihak ketiga. Ini tentu tidak diperbolehkan, karena seharusnya digunakan untuk kepentingan jamaah haji.

Karena itu ICW mendesak KPK untuk melakukan penindakan dan hingga kini masih belum ada regulator yang mengatur dana penyelenggaraan haji ini. "Kita doakan bersama, agar KPK menindaklanjuti masalah ini. Kalau ICW sudah siap dengan bahan-bahan temuan. Bahkan saat KPK dijabat Antasari Azhar, sudah diakui bahwa bahan-bahan temuan ICW sudah memadai, tapi tidak tahu tindak lanjutnya seperti apa, karena sampai sekarang belum ada," pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
AYDA dan Penerapannya, Ketika Debitor Dinyatakan Pailit berdasarkan UU. Kepailitan No.37/2004 Pre-IPO : Explained

[X]
×