Reporter: Edy Can | Editor: Edy Can
JAKARTA. Apung Widadi dari Divisi Korupsi dan Politik Indonesia Corruption Watch (ICW) mengungkapkan rasa pesimistisnya atas kinerja Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu). Pihaknya tidak yakin, Panwaslu memberikan ruang yang besar untuk tindak lanjut pelaporan kecurangan Pemilukada.
Apung mengatakan, ketidakyakinan ICW tersebut dapat dilihat dari syarat-syarat yang harus dimiliki pelapor kecurangan, yaitu harus menyertakan dua alat bukti dan dua saksi saat pelaporan. Menurutnya, hal itu bisa membuat pelapor tidak memiliki hasrat untuk melaporkan kecurangan dalam Pemilukada atas alasan mekanisme rumit.
"Panwaslu tidak boleh langsung mengatakan harus ada dua alat bukti, seharusnya laporan itu diapresiasi dulu. Kalau warga melapor kan sering, mana buktinya, warga jadi malas," ujarnya usai menghadiri acara deklarasi Forum Warga Condet di Balekambang, Condet, Jakarta Timur, Selasa (10/7/2012).
Ia menegaskan, seharusnya Panwaslu melakukan terobosan baru untuk mengakomodasi laporan kecurangan oleh warga. Namun, seiring proses Pemilukada berjalan, pihaknya tak menemukan usaha tersebut.
"Harusnya bikin terobosan-terobosan supaya pelanggarannya minim saat Pilkada nanti," lanjutnya.
Sebagai satu contoh, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Provinsi DKI Jakarta telah melakukan larangan penggunaan ponsel saat berada di bilik suara. Pihaknya mengapresiasi positif langkah tersebut. Hanya, sayangnya peraturan tersebut tidak ditindaklanjuti oleh Panwaslu melalui peraturan teknis saat pencoblosan.
"Panwaslu gagal melakukan pengawasan itu, makanya forum-forum warga harus diapresiasi," ujarnya.
ICW bersama Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) dan Forum Warga Condet mendeklarasikan gerakan anti politik uang. Warga merasa gerah karena aktifitas kecurangan dalam Pilkada sangat terlihat. Di satu sisi, pengawas seakan tidak mampu mengantisipasi hal tersebut. (Fabian Januarius Kuwado/Kompas.com)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News