kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.539.000   0   0,00%
  • USD/IDR 15.740   20,00   0,13%
  • IDX 7.492   12,43   0,17%
  • KOMPAS100 1.159   4,94   0,43%
  • LQ45 920   6,72   0,74%
  • ISSI 226   -0,39   -0,17%
  • IDX30 475   4,06   0,86%
  • IDXHIDIV20 573   5,12   0,90%
  • IDX80 133   0,95   0,72%
  • IDXV30 141   1,37   0,98%
  • IDXQ30 158   1,02   0,65%

IAI usul SGD tercatat sebagai Functional Currency


Minggu, 16 Maret 2014 / 14:04 WIB
IAI usul SGD tercatat sebagai Functional Currency
ILUSTRASI. Pengembangan EBT Masih Lambat, Komisi VII Minta Pemerintah Cari Terobosan Inisiatif Strategis


Reporter: Syarifah Nur Aida | Editor: Hendra Gunawan

JAKARTA. Untuk mencegah ketimpangan pajak, Institut Akuntan Indonesia (IAI) mengusulkan agar Kementerian Keuangan perlu merevisi Peraturan Menteri Keuangan Nomor 24/PMK.011 Tahun 2012 tentang Tata Cara Pembukuan Menggunakan Bahasa Asing dan Satuan Mata Uang Selain Rupiah.

Dalam Permenkeu tersebut, USD atau Dollar Amerika Serikat menjadi satu-satunya functional currency atau mata uang fungsional yang boleh digunakan untuk laporan keuangan. Padahal, banyak perusahaan Indonesia terutama yang berdomisili di Batam menggunakan SGD atau Dollar Singapura sebagai mata uang fungsional dalam menjalankan bisnis.

Ketua Dewan Standar Akuntansi IAI Rosita Uli Sinaga menyebut tidak terakomodasinya mata uang SGD membuat akuntan publik tidak mau memberikan opini atas laporan keuangan yang menggunakan mata uang tersebut. Dus, itu akan berpotensi menurunkan penerimaan pajak karena selisih kurs.

"Pajak akan menjadi rugi karena laporan keuangan untuk perpajakannya dalam SGD dan tak bisa diaudit," ujar Rosita akhir pekan lalu.

Selain itu, hal tersebut juga menimbulkan kontradiksi dalam penentuan besar pajak yang harus dibayarkan perusahaan. Contohnya, pada saat rupiah menguat dan SGD melemah, perusahaan harus membayar pajak lebih besar meski bisnis tengah jatuh. Sebaliknya, jika rupiah melemah dan SGD menguat, nilai pajak akan mengecil padahal perusahaan tengah meraup laba.

Rosita menilai seharusnya Direktorat Jenderal Pajak (DJP) tak perlu khawatir membuka ruang bagi mata uang selain USD. Masalah rumitnya perbandingan dengan industri lain seharusnya tak mengorbankan mata uang fungsional. "Kalau mau membandingkan dengan satu industri, tinggal translasi saja dengan rupiah," papar Rosita.

Lebih jauh, Pernyataan Standar Akuntan Keuangan (PSAK) 10 juga mengharuskan perusahaan dengan sebagian pemasukan dalam mata uang tertentu, SGD misalnya, untuk mencatatkan laporan keuangan dalam SGD pula. "Pajak meminta besar memang saat perusahaan sedang laba, jangan sebaliknya," tegas Rosita.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Survei KG Media

TERBARU
Kontan Academy
Advokasi Kebijakan Publik di Era Digital (Teori dan Praktek) Mengenal Pentingnya Sustainability Reporting

[X]
×