kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.533.000   0   0,00%
  • USD/IDR 16.180   20,00   0,12%
  • IDX 7.096   112,58   1,61%
  • KOMPAS100 1.062   21,87   2,10%
  • LQ45 836   18,74   2,29%
  • ISSI 214   2,12   1,00%
  • IDX30 427   10,60   2,55%
  • IDXHIDIV20 514   11,54   2,30%
  • IDX80 121   2,56   2,16%
  • IDXV30 125   1,25   1,01%
  • IDXQ30 142   3,33   2,39%

Hipmi tak persoalkan hasil kesepahaman tim perumus RUU Cipta Kerja


Minggu, 23 Agustus 2020 / 17:20 WIB
Hipmi tak persoalkan hasil kesepahaman tim perumus RUU Cipta Kerja
ILUSTRASI. Sejumlah buruh melakukan aksi unjuk rasa di depan gedung DPR, Senayan, Jakarta, Rabu (29/7/2020). Mereka menuntut DPR untuk menghentikan pembahasan Omnibus Law RUU Cipta Kerja. ANTARA FOTO/Sigid Kurniawan/aww.


Reporter: Lidya Yuniartha | Editor: Khomarul Hidayat

KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tim Perumus RUU Cipta Kerja yang terdiri dari DPR dan Serikat pekerja/buruh telah menghasilkan 4 poin kesepahaman terkait RUU Cipta Kerja. Menanggapi hal ini, Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) mengaku tak mempersoalkan kesepamahaman yang dihasilkan tim perumus tersebut.

Wakil Ketua Hipmi Anggawira mengatakan, adanya kompromi-kompromi dalamĀ  pembahasan adalah hal yang wajar selama tujuan hal tersebut tidak melenceng dari kerangka atau prinsip RUU Cipta Kerja.

Menurutnya, semangat RUU Cipta Kerja yang digagas pemerintah adalah untuk membuat Indonesia lebih kompetitif dibandingkan negara lain, sehingga dibutuhkan aturan yang bisa menarik investasi dan banyak perusahaan asing yang berkolaborasi dengan pengusaha lokal, perlu pula penyederhanaan aturan yang ada tanpa mengurangi hak-hak pekerja.

"Kami melihat sah-sah saja adanya kompromi-kompromi dalam penyusunan Undang-Undang itu, tapi harapan kami tidak lari dari substansi awal mengapa Undang-Undang ini digagas," ujar Anggawira kepada Kontan.co.id, Minggu (23/8).

Baca Juga: Ini 4 poin kesepakatan aturan baru ketenagakerjaan

Meski begitu, Anggawira juga menilai, kesepahaman ini lebih dibahas lebih lanjut dan teknis, seperti poin yang berkenaan dengan sanksi pidana ketenagakerjaan.

"Mengenai pidana ketenagakerjaan ini, perlu hal-hal yang lebih detail dan teknis. Hubungan industrial harusnya bersifat perdata, kecuali ada pelangaran hukum," terangnya.

Adapun, 4 poin kesepahaman tersebut. Pertama, berkaitan dengan materi muatan Klaster Ketenagakerjaan RUU Cipta Kerja yang sudah terdapat putusan Mahkamah Konstitusi (MK), tentang perjanjian kerja waktu tertentu, upah, pesangon, hubungan kerja, PHK, penyelesaian perselisihan hubungan industrial, jaminan sosial dan dan materia muatan lain yang terkait dengan putusan MK, harus didasarkan pada putusaan Mahkamah Konstitusi yang bersifat final dan mengikat

Kedua, berkaitan dengan sanksi pidana ketenagakerjaan dalam RUU Cipta Kerja dikembalikan sesuai ketentuan UU ketenagakerjaan No.13 Tahun 2003, dengan proses yang dipertimbangkan secara seksama.

Ketiga, berkaitan dengan hubungan ketenagakerjaan yang lebih adaptif terhadap perkembangan industri maka pengaturannya dapat dimasukan di dalam RUU Cipta Kerja dan terbuka terhadap masukan publik.

Keempat, raksi-fraksi akan memasukan poin-poin materi substansi yang disampaikan serikat pekerja/serikat buruh kedalam daftar inventarisasi masalah (DIM) fraksi.

Baca Juga: Payung besar aturan baru ketenagakerjaan disepakati

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×