Reporter: Sinar Putri S.Utami | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Perkara penundaan kewajiban pembayaran utang (PKPU) di Pengadilan Niaga Jakarta Pusat (PN Jakpus) meningkat di setiap tahunnya. Tahun ini saja, hingga 22 Juni, tercatat sudah ada 93 perkara yang diajukan di PN Jakpus.
Padahal jika dibandingkan di tahun sebelumnya samapi dengan Juni, jumlahnya hanya 64 perkara. Sedangkan sepanjang 2016 PN Jakpus menerima 143 perkara PKPU.
Data tersebut dipandang oleh para praktisi hukum sebagai tingkat kesadaran para pengusaha akan PKPU sudah cukup tinggi.
Ketua Dewan Kehormatan Asosiasi Kurator Pengurus Indonesia (AKPI) Andrey Sitanggang mengatakan, jika dilihat dari keadaan ekonomi saat ini, data tersebut sejatinya sangat bertolak belakang.
Sebab, menurutnya, ekonomi Indonesia saat ini cenderung membaik, dilihat dari Standard & Poor's (S&P) yang tahun ini menaikkan sovereign credit rating Indonesia menjadi BBB-/A-3 dengan outlook stabil.
"Jadi, sepertinya masyarakat telah sadar dengan PKPU bahwa ada sarana yang diberikan secara hukum untuk merestrukturisasi," katanya kepada KONTAN, beberapa waktu lalu.
Hal tersebut juga dikatakan Aji Wijaya dari firma hukum Aji Wijaya & Co bahwa, PKPU memang lebih efektif untuk menyelesaikan utang dibandingkan pailit. "Saat ini trennya kesadaran akan lawyer dan pengusaha kalau PKPU ternyata tidak mematikan perusahaan dan masih bisa memberi kesempatan 'hidup'," tuturnya.
Bagi Aji, PKPU mempermudah debitur dan kreditur dalam merestrukturisasi utang lantaran, mengikat seluruh pihak. Tak hanya itu dalam PKPU debitur memiliki tekanan secara ekonomi.
"Biasanya dalam PKPU, debitur akan sulit mendapat pinjaman, sehingga lebih efektif untuk debitur duduk dan bicara dengan seluruh kreditur, belum lagi PKPU memiliki batas waktu hanya 270 hari," lanjut Aji.
Andrey menambahkan, lewat PKPU proses restrukturisasi akan lebih transparan. Sehingga mempermudah pihak-pihak yang bersengketa untuk bernegosiasi.
Sejatinya, PKPU ditempuh untuk memberikan kesempatan bagi para kreditur membayar kewajiban utang. Pasalnya, jika pailit belum tentu seluruh harta debitur dapat menutupi total utang.
"Tapi kalau debiturnya bandel, ya sudah matikan (pailit) saja, itu konsekuensinya," tegas Aji.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News