Reporter: Grace Olivia | Editor: Barratut Taqiyyah Rafie
Begitu juga dengan investasi riil secara global masih akan tertahan sehingga belum mampu menjadi pendorong pertumbuhan domestik tahun ini.
Josua menilai pemerintah harus semakin cepat merespons dan mengambil kebijakan terkait dinamika risiko perekonomian saat ini. Ada dua hal yang disarankan Josua.
Pertama, “Penguatan hubungan dagang secara bilateral baik ke AS, China, dan Eropa harus dilakukan. Begitu juga dengan membuka hubungan dagang bilateral yang baru, dengan negara-negara tujuan ekspor lainnya,” lanjut Josua.
Meski terdengar klise, Josua menilai kebijakan alternatif negara tujuan ekspor Indonesia tersebut belum juga terlaksana hingga saat ini. Padahal, peran kebijakan itu penting dalam menghadapi risiko perang dagang yang makin meluas seperti yang terjadi belakangan.
Baca Juga: IHSG bertahan di level psikologis, ada potensi naik pada perdagangan besok
Kedua, perbaikan kebijakan-kebijakan terkait investasi, kepastian hukum, dan kemudahan berusaha di Indonesia juga harus terwujud segera.
“Jangan sampai kita lagi-lagi tertinggal kalah saing dengan negara lain, misalnya Vietnam, seperti pada perang dagang AS-China. Kita juga seharusnya juga bisa memanfaatkan celah peluang yang sama,” tutur dia.
Adapun, akhir tahun ini Josua meramal pertumbuhan ekonomi Indonesia hanya akan berada di kisaran 5% - 5,1%. Meski neraca dagang membaik lantaran pertumbuhan ekspor dan impor sama-sama menurun, tapi realisasi investasi diperkirakan akan tetap rendah dan tak mampu mendorong laju pertumbuhan Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News