Sumber: TribunNews.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Wakil Ketua MPR Hajriyanto Y Thohari menilai pers nasional telah mengalami kemajuan secara kuantitas dan kualitas. Pernyataan Hajriyanto terkait dengan hari pers yang jatuh pada hari ini, Minggu (9/2).
"Perkembangan ini tentulah sangat membahagiakan sebab kita sebagai bangsa terus bekerja keras melakukan konsolidasi demokrasi," kata Hajriyanto.
Ia mengatakan peran pers sangatlah besar dalam periode konsolidasi demokrasi seperti sekarang ini. Menurutnya, kebebasan pers juga terus semakin mengarah ke ekuilibrium yang lebih ideal. Apalagi, pers juga terus belajar untuk meraih keberhasilan memanfaatkan momentum reformasi satu setengah dasawarsa yang lalu untuk membangun kehidupan pers yang kuat dan maju.
"Pers adalah pilar ke-4 demokrasi. Maka demokrasi akan kuat manakala pers kuat. Pers yang kuat adalah pers yang didukung oleh nilai-nilai idealisme yang kuat, tidak berpihak kecuali pada kebenaran, perusahaan pers yang kuat, lingkungan budaya yang kondusif, situasi politik yang terbuka, dan pekerja pers yang profesional," ungkapnya.
Hajriyanto juga mengatakan pekerja pers profesional adalah mereka yang dilatih dengan baik, diberi peralatan yang baik dan digaji dengan baik dan cukup.
"Dalam konteks ini maka sangat ironis jika masih ada pekerja pers yang digaji rendah, di bawah UMR, dan masih jauh sekali dari kesejahteraan yang minimal," imbuhnya.
Politisi Golkar itu juga mengungkapkan saat ini pers menghadapi problem independensi dan obyektifitas dalam politik pemberitaan dan pemberitaan politik. Terlebih lagi, kata Hajriyanto, saat ini publik menyaksikan kenyataan masuknya para penguasa media ke dalam politik praktis.
"Memang hal itu tidak otomatis sebagai telah terjadinya integrasi antara pers dan politik. Sebab, para jurnalis yang memiliki idealisme tidak akan mudah begitu saja mengikuti agenda-agenda politik para pemilik media itu," ujarnya.
Tetapi, lanjutnya, tentu saja tetap rawan bagi obyektivitas dan independensi pemberitaan. Hajriyanto juga mengingatkan, ketika politik demokrasi yang sedang dipraktikkan di Indonesia adalah politik yang berdasarkan sistem pemilihan langsung dan demokrasi deliberatif yang sangat mengutamakan popularitas tokoh, mengarusutamakan pencitraan, dan mendewakan pembentukan opini, dimana peran media bukan hanya sangat besar, melainkan juga sangat menentukan.
"Maka media pers dituntut untuk tidak kehilangan nurani, independensi, dan obyektifitas dalam politik berita dan berita politik," tuturnya.
Pers, kata Hajriyanto, harus memiliki nurani yang harus bisa dipertanggungjawabkan secara moral kepada rakyat dan Tuhan dalam mengangkat atau melambungkan nama seorang tokoh sehingga menjadi tokoh nasional. "Atau sebaliknya menjatuhkan dan menjerembabkan tokoh politik yang lainnya yang tidak dikehendaki," katanya.
Sementara, Ketua DPR Marzuki Ali hanya berkomentar singkat mengenai hari pers. "Pers bebas namun bertanggung jawab, mampu melihat dan mengedepankan kepentingan yang lebih besar," katanya.
Diketahui, Presiden Susilo bambang Yudhoyono (SBY) dipastikan melakukan kunjungan kerja ke Bengkulu sekaligus menghadiri peringatan Hari Pers Nasional (HPN) ke-68, selama dua hari pada Sabtu (8/2) hingga Senin (10/2).
Hari Pers Nasional diselenggarakan setiap tahun pada tanggal 9 Februari, ditetapkan melalui Keputusan Presiden RI Nomor 5 Tahun 1985 yang ditandatangani oleh Presiden Soeharto pada 23 januari 1985. (Ferdinand Waskita)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News