kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • EMAS 1.528.000   8.000   0,53%
  • USD/IDR 16.240   -40,00   -0,25%
  • IDX 7.037   -29,18   -0,41%
  • KOMPAS100 1.050   -5,14   -0,49%
  • LQ45 825   -5,35   -0,64%
  • ISSI 214   -0,85   -0,40%
  • IDX30 423   -1,15   -0,27%
  • IDXHIDIV20 514   0,87   0,17%
  • IDX80 120   -0,69   -0,57%
  • IDXV30 125   1,36   1,09%
  • IDXQ30 142   0,26   0,18%

Ini kritik politisi Golkar atas peran BPJS


Jumat, 03 Januari 2014 / 13:03 WIB
Ini kritik politisi Golkar atas peran BPJS
ILUSTRASI. Inilah 3 Kandungan Skincare yang Memicu Kulit Sensitif Akibat Sinar Matahari


Reporter: Fahriyadi | Editor: Asnil Amri

JAKARTA. Pemerintah gencar berkampanye tentang program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) melalui kampanye di media. Beragam iklan layanan masyarakat dimunculkan dengan memberikan janji layanan yang menjanjikan.

Tentu saja, upaya sosialisasi bertujuan untuk mengundang minat dan peran serta masyarakat dalam program BPJS. Walaupun gencar melakukan sosialisasi, rupanya kritik terhadap program tersebut tetap datang dari lembaga pengawas pemerintah, yakni DPR.

"Dalam konteks hak pengawasan sebagai anggota DPR, saya perlu memberikan catatan implementasi Sistem JKN," kata Poempida Hidayatulloh Djatiutomo, anggota Komisi IX DPR RI yang disampaikan melalui siaran pers yang diterima KONTAN, Jumat (3/1).

Salah satu kritik dari Poempida adalah, program BPJS bisa menurunkan mutu dan layanan kesehatan. walaupun pemerintah sudah memberikan bantuan iuran Rp. 19.225 per orang untuk 86,4 juta orang yang tidak mampu atau Penerima Bantuan Iuran (PBI).

Dana itu menurut Poempida tidak mampu memberikan insentif yang cukup bagi kesejahteraan dokter dan tenaga kesehatan lainnya. Ia menambahkan, pemerintah hanya menargetkan untuk mengcover 111 jutaan penduduk di tahun 2014, di mana 86,4 juta adalah masyarakat miskin dan sisanya adalah pembayaran iuran program BPJS kesehatan.

Selain masalah mutu layanan, Poempida juga mengkritik adanya potensi lonjakan peserta JKN (Jaminan Kesehatan Nasional). "Jika sosialisasi tinggi maka peminat akan tinggi dan maka dikhawatirkan terjadi lonjakan peserta jaminan sosial yang bisa-bisa tidak tertangani pemerintah," kata Poempida.

Lebih lanjut ia menilai, munculnya Kepmenkes No 455/2013 tentang Asosiasi Fasilitas Kesehatan dinilai telah mengabaikan peran Ikatan Dokter Indonesia (IDI), Persatuan Dokter Gigi Indonesia (PDGI) dan organisasi profesi kesehatan lain.

Ia mengatakan, Kemenkes memilih membentuk Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) baru untuk mewakili aspirasi para dokter ketimbang bernegosiasi dengan BPJS Kesehatan. "Dalam hal ini, IDI dan PDGI secara resmi menunjukkan keberatan," ingat Poempida.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News



TERBARU
Kontan Academy
HOW TO CHOOSE THE RIGHT INVESTMENT BANKER : A Sell-Side Perspective Bedah Tuntas SP2DK dan Pemeriksaan Pajak (Bedah Kasus, Solusi dan Diskusi)

[X]
×