Reporter: Adinda Ade Mustami | Editor: Wahyu T.Rahmawati
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat laju inflasi pada Desember 2017 sebesar 0,71%. Dengan inflasi tersebut maka sepanjang tahun 2017, inflasi Indonesia mencapai sebesar 3,61%. Inflasi tahun 2017 itu jauh lebih tinggi dibanding inflasi tahun 2016 yang sebesar 3,02%.
Kepala BPS Suhariyanto mengatakan, angka inflasi 2017 cukup bagus lantaran di bawah target inflasi yang ditetapkan dalam Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2017 sebesar 4,3%. Bila dilihat dari pemicunya, inflasi tahun 2017 juga berbeda dengan 2016.
Pada 2017 inflasi dipicu oleh kenaikan harga yang diatur pemerintah (administered prices), berupa kenaikan tarif listrik 900 volt ampere (VA) di awal tahun. Sedangkan inflasi tahun 2016 lebih disebabkan kenaikan harga pangan yang bergejolak (volatile food).
Berbeda dari tahun 2016, pada tahun 2017 inflasi karena volatile food tidak berpengaruh besar. "Ini karena pengendalian harga barang yang diatur pemerintah lumayan bagus," jelas Suhariyanto kepada wartawan, Selasa (2/1).
Bila dilihat inflasi menurut komponen, inflasi inti pada 2017 hanya tercatat 2,95%, lebih rendah ketimbang tahun 2016 yang sebesar 3,07%.
Ekonom Bank Permata Josua Pardede melihat, rendahnya inflasi inti 2017 lantaran permintaan masyarakat belum terlalu kuat. Sedangkan salah satu pendorong rendahnya inflasi inti adalah harga perhiasan yang cenderung stabil. "Aktivitas ekonomi dari sisi permintaan juga belum terlalu kuat," katanya.
Melihat kondisi ini, diperkirakan konsumsi rumah tangga yang hingga kuartal III-2017 sebesar 4,94%, akan sulit menembus angka 5% di akhir 2017. "Masih sejalan dengan inflasi intinya," imbuh Josua.
Sedangkan untuk tahun ini, Josua memprediksi, permintaan masyarakat akan berpotensi membaik sejalan dengan ekspektasi pertumbuhan ekonomi di 2018. Dengan begitu maka inflasi inti di tahun ini akan meningkat.
Namun Josua mengingatkan dua risiko yang berpotensi menekan inflasi tahun ini. Pertama, risiko dari curah hujan yang cukup tinggi yang bisa mengganggu panen raya dan mempengaruhi harga bahan pangan.
Kedua, risiko kenaikan harga minyak mentah. Kondisi ini akan membuat harga keekonomian bahan bakar minyak (BBM) kian meningkat. Walau pemerintah memutuskan tidak mengubah harga BBM bersubsidi hingga akhir Maret 2018, namun kurangnya pasokan premium akan membebani masyarakat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News