Reporter: Rella Shaliha |
JAKARTA. Penurunan harga minyak dunia hingga ke level US$ 88,88 pada pukul 19:20 Kamis (9/10) nyatanya tidak membikin pemerintah mengoreksi keputusannya. Pemerintah tetap menutup kemungkinan penurunan harga minyak BBM bersubsidi dalam negeri.
Diamnya pemerintah ini, menurut Wakil Ketua Komisi VII DPR RI, Sonny Keraf memperlihatkan bahwa pemerintah tidak mau ambil resiko untuk melakukan menurunan harga BBM. Kata Sonny, pemerintah sebenarnya punya keinginan dasar untuk melepas harga minyak dalam negeri sesuai harga pasar. “Tetapi artinya secara terselubung, harga BBM bersubsidi jadi hampir sama dengan harga BBM pasar,” kata Sonny, Kamis (9/10).
Pemerintah memang tak ingin tampak gegabah. Terbukti, kemarin pemerintah menetapkan bahwa harga BBM dalam negeri tidak akan turun hingga akhir tahun ini, meskipun harga minyak dunia ada di bawah US$ 90 per barel. Pemerintah berasumsi, harga rata-rata minyak mentah Indonesia atau Indonesia Crude Oil Price (ICP) sejak Januari sampai September masih berada di atas angka US$100 per barel dimana angka ini jauh diatas asumsi pemerintah yang US$95 per barel.
Dampak politisnya, Sonny menambahkan, dengan langkah hati-hati, pemerintah malah terlihat sangat fokus untuk merancang RAPBN 2009 yang sangat populer. Yaitu, dengan mengalokasikan sejumlah besar dana untuk kepentingan rakyat. “Hal ini sangat berbau politis untuk mencapai kemenangan pemilu, “ lanjut Sonny.
Rencananya, DPR akan mendesak pemerintah untuk segera menurunkan harga BBM dalam negeri dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama pemerintah di beberapa pekan ke depan. Soal berapa patokan harga BBM akan diturunkan, Sonny mengaku harus ada perhitungan lagi karena harga minyakpun masih terus berfluktuatif. “Yang pasti, begitu minyak dibawah US$90, kita coba tekan pemerintah, “ tegas Sonny.
Sementara itu, Ekonom Danareksa Research Institut, Purbaya Y. Sadewa menganggap langkah menahan diri pemerintah cukup rasional untuk mengantisipasi kenaikan harga di dua bulan terakhir tahun ini. “Masih terlalu dini jika kita menurunkan sekarang, saya takutnya jika harga sudah diturunkan tidak bisa naik lagi sementara harga minyak sangat fluktuatif,” kata Purbaya.
Ada baiknya, lanjut Purbaya, pemerintah menunggu beberapa bulan lagi dan harga BBM bersubsidi itu disamakan dengan harga pasar. “Daripada nantinya ribut jika dinaikkan lagi, biarkan saja situasi terbiasa dengan harga yang sekarang,” imbuh Purbaya.
Menanggapi silang pendapat ini, Direktur Reforminer Institut, Pri Agung Rakhmanto menyarankan, kalaupun ada penurunan di harga BBM bersubsidi, harus diikuti dengan cadangan fiskal untuk meredam kenaikan harga minyak yang tidak bisa diprediksi itu. “Lupakan dulu masalah politis, tergantung objektifnya pemerintah, perhitungkan harga rasional untuk turun dan pertimbangkan langkah untuk antisipasi kenaikan,“ kata Pri Agung.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News