Reporter: Arif Ferdianto | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menemukan kejanggalan maupun anomali data pengeluaran beras di PT Food Station Tjipinang, yang diduga menjadi penyebab tingginya harga beras di pasaran.
Asal tahu saja, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, harga beras di tingkat penggilingan pada Mei 2025 turun secara bulanan (mtm) menjadi Rp 12.733 per kilogram (kg), di tingkat grosir naik secara bulanan (mtm) menjadi Rp 13.735 per kg, dan di tingkat eceran naik menjadi Rp 14.784 per kg.
Berdasarkan data yang dipaparkan Amran, rata-rata pemasukan beras di gudang Cipinang sepanjang bulan Mei 2025 sebesar 2.000 ton dengan rata-rata pengeluaran juga sebanyak 2.000 ton per harinya.
Namun, Amran menemukan kejanggalan di mana pada tanggal 28 Mei 2025 stok awal beras yang mencapai 55.853 ton, dengan pemasukan beras sebanyak 2.108 ton di hari itu, tetapi pengeluaran beras sebanyak 11.410 ton.
Baca Juga: Pemerintah Bakal Salurkan Bantuan Pangan Beras 10 Kg pada Juni-Juli 2025
“Artinya apa? Ada middleman yang mempermainkan, inilah terkadang kita sebut mafia,” ujarnya di Kantor Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (3/6).
Amran mengungkapkan, pihaknya telah mencoba menanyakan anomali data tersebut namun pihak Food Station Tijipinang belum bisa memberikan jawaban. Untuk itu, dia menugaskan, Satuan Tugas (Satgas) Pangan untuk melakukan investigasi lebih lanjut.
Menurutnya, ini yang menimbulkan permainan di kalangan mafia, di mana bila stok beras menipis ujung-ujungnya bakal ada permintaan impor.
“Ini dimainkan. Kalau stok kita tidak banyak apa yang terjadi? Pasti minta impor kan? Apa mau minta impor dengan kondisi stok (beras) 4 juta ton?” ungkapnya.
Ketua Satgas Pangan, Brigjen Helfi Assegaf menyampaikan bahwa pihaknya segera bergerak untuk melakukan penyelidikan dalam rangka mengetahui kemana saja keluarnya beras sebanyak 11.410 ton tersebut.
“Kita lakukan pendalaman, mengecek secara fisik 11.410 ton itu siapa yang ngambil? Kita cek gudangnya,” kata Helfi saat ditemui di lokasi yang sama.
Baca Juga: Produksi Mulai Turun, BPS Catat Harga Beras Naik pada Bulan Mei 2025
Helfi pun tak memungkiri adanya kejanggalan, pasalnya untuk mengeluarkan 6.000 ton beras saja memakan antrean yang cukup panjang, apalagi 11.410 ton.
“Mereka ditanya oleh penyidik kita, tidak bisa menyampaikan. Barang itu ke arah mana perginya, keluarnya dari mana, belum bisa disampaikan kepada kita. Kita akan lebih mendalami lagi data tersebut Kalau ternyata tidak sesuai artinya dia memanipulasi data,” terangnya.
Lebih lanjut, Helfi menambahkan, berdasarkan Pasal 108 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan sanksi pidana yang dikenakan penjara paling lama 4 tahun dan/atau denda paling banyak Rp 10 miliar.
Selanjutnya: Zurich Syariah Catat Lini Bisnis Asuransi Perjalanan Tumbuh Positif hingga April 2025
Menarik Dibaca: Rangkul Sinergi Masyarakat Adat untuk Jaga Hutan, GATC Gelar Three Basins Summit
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News