Reporter: Leni Wandira | Editor: Herlina Kartika Dewi
KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Direktur Utama Perum Bulog Bayu Krisnamurthi membantah kenaikan harga dan kelangkaan stok beras di retail modern disebabkan penyaluran bantuan sosial pangan beras yang berlebihan.
Menurut Bayu, bantuan pangan beras tidak mempengaruhi kekurangan stok beras murah atau beras program Stabilitas Pasokan Harga Pangan (SPHP).
"Saya jawab tidak! Kenapa? Karena baik SPHP maupun bantuan pangan direncanakan bersama-sama dan dialokasikan bersama," kata Bayu dalam diskusi media bersama Bulog, di kantornya, Selasa (13/2).
Baca Juga: Beras Langka di Retail Modern, Begini Respons Dirut Bulog
Bayu menjelaskan, langkanya pasokan beras di beberapa retail modern karena tidak bisa menyerap beras premium yang ada di pasar.
"Ini karena harga beras tersebut kini lebih tinggi dari Harga Eceran Tertinggi atau HET beras premium senilai Rp 13.900 di Pulau Jawa," ungkapnya.
Berbicara soal bantuan sosial pangan, ia mengaku bahwa bansos pangan tidak dapat menekan tingginya harga beras.
Namun, program bantuan pangan untuk 22 juta keluarga penerima manfaat (KPM) tetap memiliki manfaat untuk menyuplai beras seberat 10 kg untuk kelompok masyarakat berpendapatan rendah.
"Mungkin tidak berpengaruh untuk menekan harga beras. Tapi membuat tidak bergejolak lagi. Yang kita lakukan, sediakan bantuan pangan 10 kg Rp 0. Jadi 10 kg bantuan pangan itu betul-betul menolong, meringankan masyarakat berpendapatan rendah," ungkapnya.
Ia menegaskan jika bantuan pangan tidak dapat menyebabkan berkurangnya stok beras murah atau membuat penyaluran program SPHP menjadi lebih sulit.
"Jadi tidak ada alasan bahwa bantuan pangan bikin stok atau penyaluran SPHP menjadi lebih sulit, tidak,” tegas dia.
Baca Juga: Genjot Produksi, Kementan Lakukan Percepatan Tanam Padi di Sentra Produksi Beras
Sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi membantah kelangkaan dan kenaikan harga beras terjadi karena adanya hajatan pemilihan umum (Pemilu) 2024.
Arief mengatakan bahwa sebab utamanya adalah pasokan beras saat ini memang sedang menipis. Bahkan, menurutnya pada Februari 2024 kebutuhan beras defisit sebanyak 2,4 juta ton.
"Jadi bukan karena pencoblosan, kondisi beras saat ini masih tertekan karena panen baru mulai Maret 2024," jelas Arief pada Kontan.co.id, Senin (12/2).
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News