kontan.co.id
banner langganan top
| : WIB | INDIKATOR |
  • LQ45900,26   1,51   0.17%
  • EMAS1.318.000 -0,68%
  • RD.SAHAM 0.05%
  • RD.CAMPURAN 0.03%
  • RD.PENDAPATAN TETAP 0.00%

Hapus BM dan PPN, pemilik fasilitas KITE bertambah


Minggu, 15 Desember 2013 / 17:11 WIB
Hapus BM dan PPN, pemilik fasilitas KITE bertambah
ILUSTRASI. Unilever (UNVR) telah mengupayakan penghematan biaya hingga 7% untuk menahan penurunan margin.


Reporter: Asep Munazat Zatnika | Editor: Dikky Setiawan

JAKARTA. Jumlah perusahaan yang mendapatkan fasilitas Kemudahan Impor untuk Tujuan Ekspor (KITE) diperkirakan bisa bertambah dua kali lipat dari saat ini.

Hal itu terjadi jika Peraturan Menteri Keuangan yang akan menghapuskan kewajiban pembayaran Bea Masuk (BM) dan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) bagi perusahaan KITE diberlakukan.

Menurut Direktur Fasilitas Kepabeanan Heru pambudi, saat ini jumlah perusahaan yang mendapatkan fasilitas KITE hanya sebanyak 389 perusahaan.

Heru mengakui, selama ini tidak terlalu banyak perusahaan yang tertarik mendapatkan fasilitas ini. Sebab, meski mendapatkan fasilitas KITE, ketika melakukan impor, mereka tetap dikenakan BM dan PPn sesuai tarifnya.

Namun, setelah pengusaha melakukan impor, pemerintah baru mengembalikan semua dana yang telah dibayarkan kepada perusahaan, melalui mekanisme restitusi. Terkadang, restitusi yang dilakukan membutuhkan waktu yang tidak sebentar. Inilah yang membuat perusahaan-perusahaan malas mendaftarkan diri menjadi perusahaan dengan fasilitas KITE.

Dengan dihapuskannya pungutan di awal, diharapkan perusahaan-perusahaan itu tertarik untuk menjadi eksportir, selain melakukan aktivitas impor.

“Kami perkirakan ada potensi penambahan perusahaan yang memiliki KITE hingga 900 perusahaan,” ujar Heru, ketika dihibungi KONTAN akhir pekan lalu.

Sementara untuk mendukung kebijakan tersebut, Heru mengatakan, pihaknya saat ini tengah mematangkan persiapan dari sisi infrastruktur dan teknologi.

Menurutnya, yang paling penting dalam menjalankan aturan ini adalah teknologi informasi, untuk memudahkan perjalanan dokumen-dokumen impor dan ekspor.

Agar bisa memastikan bahwa perusahaan yang mendapatakan fasilitas KITE telah mengimpor bahan bakunya untuk tujuan ekspor, pihaknya akan mengharuskan setiap perusahaan memenuhi Standar Operasional Produksi yang telah dibuatnya.

Menteri Keuangan Chatib Basri menegaskan, aturan ini dikeluarkan supaya lebih banyak perusahaan yang berorientasi ekspor. Dengan begitu, neraca perdagangan Indonesia diharapkan bisa semakin baik, dan bisa surplus. Bila kondisi tersebut berjalan konsisten, permasalahan defisit neraca transaksi berjalan atau current account deficit bisa teratasi.

Ekonom Bank mandiri Destry Damayanti mengatakan, kebijakan ini baru akan dirasakan dalam jangka panjang. Ia pesimistis, kalau kebijakan ini bisa langsung memperbaiki neraca perdagangan tahun 2014. Sebab, masih perlu proses bisnis yang harus dilakukan oleh setiap perusahaan agar bisa memproduksi barang ekspor.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News




TERBARU
Kontan Academy
EVolution Seminar Practical Business Acumen

[X]
×