Sumber: Kompas.com | Editor: Hendra Gunawan
JAKARTA. Mantan Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Hadi Poernomo, tidak memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi untuk menjalani pemeriksaan sebagai tersangka. Sedianya, pada hari ini, Kamis (5/3), Hadi diperiksa terkait kasus dugaan korupsi terkait permohonan keberatan pajak yang diajukan Bank Central Asia (BCA).
"HP (Hadi Poernomo) tidak datang," ujar Kepala Bagian Pemberitaan dan Publikasi KPK Priharsa Nugraha, Kamis.
Priharsa mengatakan, Hadi tidak hadir tanpa memberikan keterangan. Pemeriksaan Hadi sebagai tersangka pun akan dijadwal ulang oleh penyidik. Namun, Priharsa belum mengetahui kapan Hadi akan dipanggil kembali.
Saat dikonfirmasi secara terpisah, kuasa hukum Hadi, Yanuar Pribadi Wasesa mengaku tidak mengetahui bahwa kliennya dipanggil untuk pemeriksaan sebagai tersangka pada hari ini. "Saya tidak tahu kalau (Hadi) dipanggil," kata Yanuar.
Hadi dipanggil untuk menjalani pemeriksaan setelah ditetapkan sebagai tersangka sejak 21 April 2014. Ia dijerat dalam kapasitasnya sebagai Direktur Jenderal Pajak 2002-2004.
Dalam kasus ini, Hadi selaku Dirjen Pajak diduga mengubah telaah direktur PPH mengenai keberatan SKPN PPH BCA. Surat keberatan pajak penghasilan 1999-2003 itu diajukan BCA pada 17 Juli 2003 terkait non-performance loan (NPL atau kredit bermasalah) senilai Rp 5,7 triliun kepada direktur PPH Ditjen Pajak.
Setelah penelaahan, diterbitkan surat pengantar risalah keberatan dari Direktur PPH pada 13 Maret 2004 kepada Dirjen Pajak dengan kesimpulan bahwa permohonan keberatan wajib pajak BCA ditolak. Namun, satu hari sebelum jatuh tempo untuk memberikan keputusan final BCA, yaitu pada 18 Juli 2004, Hadi Poernomo selaku Dirjen pajak memerintahkan agar Direktur PPH mengubah kesimpulan, yaitu dari semula menyatakan menolak diganti menjadi menerima seluruh keberatan.
Hadi kemudian mengeluarkan surat keputusan Dirjen Pajak yang memutuskan untuk menerima semua keberatan wajib pajak sehingga tidak ada cukup waktu bagi Direktur PPH untuk memberikan tanggapan atas kesimpulan yang berbeda itu. Atas penerimaan keberatan itu, negara dirugikan senilai Rp 375 miliar.
Atas perbuatan tersebut, KPK menyangkakan Hadi Poernomo berdasarkan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU No 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dengan UU No 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Pasal tersebut mengatur mengenai setiap orang yang melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara mau pun setiap orang yang menyalahgunakan kewenangan dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar. (Ambaranie Nadia Kemala Movanita)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News