Reporter: Dadan M. Ramdan | Editor: Dadan M. Ramdan
JAKARTA. Tidak ingin tersisih menghadapi pasar bebas ASEAN atau Ekonomi Masyarakat ASEAN (MEA) yang mulai berlaku akhir 2015 mendatang, ayam kampung sebagai produk ternak asli Indonesia harus didorong agar memenuhi sertifikasi kesehatan dan kehalalan. Dengan sertifikasi lengkap yakni sehat, halal, dan memenuhi uji mutu daging diharapkan kualitas ayam kampung bisa terjaga dan aman dikonsumsi.
Ketua Umum DPP Himpunan Peternak Unggas Lokal Indonesia (Himpuli) Ade Meirizal Zulkarnain mengatakan, produk ayam kampung bersertifikasi ini sebagai persiapan peternak rakyat menghadapi MEA 2015. "Kami ingin produk ternak asli Indonesia juga bisa berperan supaya tidak tersisih," katanya kepada KONTAN, belum lama ini.
Menurut Ade, agar produk memenuhi standar, maka ayam kampung harus dipotong di rumah pemotongan hewan unggas (RPHU) yang telah mengantongi sertifikat halal dari Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan sertifikat sehat dari Kementerian Kesehatan. Hal itu sesuai dengan ketentuan Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2009 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan. Dalam Pasal 58 beleid tersebut dinyatakan, produk hewan yang diproduksi atau diedarkan ke wilayah Indonesia wajib disertai sertifikat veteriner. Adapun untuk kehalalan produk, Ade bilang, ketentuannya merujuk Fatwa MUI Nomor 12 Tahun 2009.
Cuma, produk daging ayam lokal sebagian besar tidak dipotong di RPHU bersertifikasi. Bahkan, kebanyakan daging ayam kampung yang ada di supermarket hanya di potong di rumah-rumah padahal seharusnya di RPHU. Ade menyebutkan, satu-satunya RPHU yang bersertifikat berada di Bojongkokosan, Kecamatan Parungkuda, Kabupaten Sukabumi, Jawa Barat.
Nah, RPHU khusus ayam lokal ini dirintis oleh Kelompok Peternak Rakyat Ayam Kampung Sukabumi (KEPRAKS). Kelompok peternak ini adalah pelopor peternakan ayam kampung di Indonesia yang menerapkan pola intensif. Meski cuma kelompok usaha rakyat, RPHU Bojongkokosan memiliki fasilitas yang terbilang lengkap tak kalah dengan fasilitas yang dimiliki perusahaan ayam boiler. "RPHU Bojongkokosan fasilitasnya tidak kalah dengan perusahaan besar," jelas Ade.
Ade mengakui, skala usaha dan bangunan tempat pembibitan ayam lokal ini belum begitu besar. Saat ini, KEPRAKS baru mampu memproduksi sebanyak 15.000 ekor ayam per bulan. Tapi pada 2015 kapasitas produksi ayam kampung ditargetkan bisa mencapai 30.000 ekor per bulan. "Untuk memperluas jaringan pasar, KEPRAKS juga menjalin kemitraan dengan membuka gerai," imbuh Ade.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News